HMI dan Perubahan Zaman

Oleh: Bang A. Nasir Siregar


Himpunan Mahasiswa Islam (selanjutnya ditulis HMI) didirikan di Yogyakarta tanggal 14 Rabiul Awal 1366 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 5 Februari 1947 Masehi oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa tingkat satu Sekolah Tinggi Islam (STI).

Karenanya, HMI merupakan organisasi mahasiswa Islam tertua di Indonesia yang aktif berjuang sejak kelahirannya hinga hari ini. Sebagai organisasi perjuangan HMI dituntut melakukan perubahan dan pembaruan sesuai dengan tuntutan zaman yang terus bergulir.



Di usianya yang sudah relatif “renta” ini, khususnya dalam konteks mutakhir, nampaknya belum terlihat perubahan mendasar yang dipelopori HMI, meski secara historis banyak hal yang sudah disumbangkan HMI untuk bangsa ini. Setidaknya berpartisipasi dalam pembentukan situasi, iklim dan pembinaan sumber daya manusia. Partisipasi dalam bentuk pemberian konsep-konsep dalam berbagai kehidupan serta bentuk pelaksanaannya. Hal ini berimplikasi atas lahirnya pembaruan dibidang politik, pendidikan, ekonomi, pemikiran dalam Islam dan di bidang kebudayaan Islam.[2] Realitas tersebut menunjukkan bahwa HMI—meminjam bahasa orang-orang asing—sebagai “the most powerful Muslim students”. Prestasi itu dicapai di antaranya karena ketidak terikatan HMI atas kelompok atau organisasi-organisasi kemasyarakatan serta organisasi politik lainnya (independen), baik secara etis maupun organisatoris.

Independensi ini seharusnya mempengaruhi karakter kader-kader HMI sebagai pembaru secara berkala dalam segala aspek kehidupan. Namun jika diperhatikan, terutama pasca reformasi, nampaknya HMI (tentu karena kader-kadernya) mengalami euforia, sehingga eksistensinya dilampaui oleh perubahan-perubahan yang “deras mengalir”. Gerakannya, baik dari segi intelektual dan eksistensinya dalam konteks real seolah tak mampu bersaing dengan lahirnya organisasi-organisasi non pemerintah (Non Government Organization) yang penuh dengan inovasi. Karenanya, perlu dilakukan diskusi ulang ditingkat internal organisasi sehingga perubahan itu bisa direspon secara positif.







Karakteristik-Karakteristik Perubahan



Untuk membantu mengantarkan pada pentingnya HMI membekali diri menghadapi perubahan itu, berikut saya review karakteristik-karakteristik change dalam perspektif Rhenald Kasali sehingga nantinya diharapkan menjadi landasan berpikir dalam rangka memahami perubahan-perubahan yang tak ayal selalu terjadi secara tiba-tiba. Menurutnya terdapat 10 karakteristik change, yaitu:







(1) Change itu begitu misterius karena tak mudah dipegang.



(2) Change memerlukan change maker(s). Rata-rata pemimpin yang menciptakan perubahan tidak bekerja sendiri, tetapi ia memiliki keberanian yang luar biasa, bahkan sebagian besar pemimpin perubahan gugur di usia perjuangannya.



(3) Tak semua orang bisa diajak melihat perubahan. Sebagian besar orang malah hanya melihat memakai mata persepsi. Hanya mampu melihat realitas, tanpa mampu melihat masa depan. Maka persoalan besar perubahan adalah mengajak orang-orang melihat apa yang anda lihat dan memercayainya.



(4) Perubahan terjadi setiap saat, maka perubahan harus diciptakan setiap saat pula, bukan sekali-kali.



(5) Ada sisi keras ada sisi lembut dari perubahan. Sisi keras termasuk masalah uang dan teknologi, sedangkan sisi lembut menyangkut manusia dan organisasi.



(6) Perubahan membutuhkan waktu, biaya dan kekuatan. Untuk menaklukkan nya perlu kematangan berpikir, kepribadian yang teguh, konsep yang jelas dan sistematis, dilakukan secara bertahap, dan dukungan yang luas.



(7) Dibutuhkan upaya-upaya khusus untuk menyentuh nilai-nilai dasar organisasi (budaya korporat). Tanpa menyentuh nilai-nilai dasar, perubahan tidak akan mengubah prilaku dan kebiasaan-kebiasaan manusianya.



(8) Perubahan banyak diwarnai oleh mitos-mitos. Salah satunya adalah mitos bahwa perubahan akan selalu membawa kemajuan atau perbaikan instan. Seperti pasien yang sakit, perubahan berarti menelan pil pahit, atau bahkan amputasi yang artinya perlu pengorbanan.



(9) Perubahan menimbulkan ekspektasi, dan karenanya ekspektasi dapat menimbulkan getaran-getaran emosi dan harapan-harapan yang bisa menimbulkan kekecewaan-kekecewaan. Maka itu manajemen perubahan harus diimbangi dengan manajemen harapan agar para pengikut dan pendukung perubahan dapat terus membakar energi untuk terlibat dalam proses perubahan itu, kendati goals-nya meleset atau masih memerlukan waktu untuk dicapai.



(10) Perubahan selalu menakutkan dan menimbulkan kepanikan-kepanikan. Namun demikian dengan teknik-teknik dan perilaku yang baik, perubahan dapat dikelola menjadi sebuah pesta. Sebuah pesta menyenangkan dan hangat, dapat menimbulkan efek kebersamaan.







Rhenald Kasali melanjutkan, tentu saja memimpin perubahan memerlukan keberanian, termasuk keberanian menghadapi berbagai resiko. Menurutnya, terdapat beberapa hal yang dapat mengakibatkan perubahan tidak membawa hasil seperti yang diharapkan[5]:







(1) Kepemimpinan yang tidak cukup kuat. Kepemimpinan yang kuat tidak sama dengan kepemimpinan otoriter. Kepemimpinan yang kuat berarti kepemimpinan yang penuh wibawa karena bersih, ahli, dapat dipercaya dan jelas arahnya.



(2) Salah melihat reformasi. Reformasi sering hanya dianggap reorganisasi oleh para birokrat. Reorganisasi dinilai sekedar mengubah bentuk organisasi. Padahal tujuan perubahan adalah mengubah manusia, bukan hanya mengubah organisasi. Tanpa diikuti upaya mengubah kebiasaan manusianya, reorganisasi tak akan membawa perubahan apa-apa.



(3) Sabotase di tengah jalan.



(4) Komunikasi yang tidak begitu bagus.



(5) Masyarakat yang tidak cukup mendukung.



(6) Proses “Buy-In” tidak berjalan. Perubahan harus menjadi agenda seluruh komponen organisasi. Dan perubahan yang baik harus dirasa dimiliki oleh seluruh masyarakat dalam organisasi. Gagasannya boleh datang dari atas, tetapi gerakannya harus dirasa dimiliki oleh semua orang. Proses yang hanya dimiliki para pemimpin tidak akan pernah bertenaga dalam bergerak



Dalam konteks HMI, tentu saja perubahan itu tidak segera memberikan hasil, tetapi bagaimana caranya, begitu dikomunikasikan, kader-kader HMI segera menaruh harapan. Harapan itu positif, tapi bisa juga negatif. Seperti Obama yang menggambarkan bahwa masih ada harapan sembari menawarkan perubahan (hope and change) sehingga publik menaruh interest. Jadi, apabila menggunakan perspektif Rhenald Kasali di atas, tujuan perubahan adalah mengubah manusia, bukan sekedar mengubah organisasi. Tanpa diikuti upaya mengubah kebiasaan manusianya, reorganisasi tak akan membawa perubahan apa-apa. Untuk mengubah kebiasaan manusianya, dibutuhkan pemimpin berani dan mampu mempengaruhi yang lain untuk mencapai impian perubahan itu.







Kepemimpinan di HMI



Dalam konteks HMI diajarkan bahwa, di antara ragam tugas pemimpin adalah bekerja dengan tulus-ikhlas karena Allah s.w.t., berusaha mencontoh kepribadian Rasulullah s.a.w. dengan sikap siddiq, tabligh, amanah dan fatonah (STAF), mendidik anggota secara serius dan menyiapkan regenerasi, kasih sayang merata kepada seluruh anggota, merencanakan program secara tepat, menentukan tahapan strategi dan sumber dana, mengelola orang sesuai kemampuan masing-masing, membangun iklim saling percaya dan berbaik sangka, bersungguh-sungguh menyalakan cita-cita, mengukuhkan tekad serta membangkitkan harapan dalam tim. Secara sederhana, kita bisa membedakan antara pejabat, pemimpin dan manajer seperti tabel di bawah ini.





Beberapa Perbedaan antara Pejabat, Manajer dan Pemimpin



Pejabat



Manajer



Pemimpin



- Jabatan karir dalam pekerjaan



- Sandangan formal seseorang dalam institusi.



- Acuan kerja berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku.



- Pekerjaannya yang membuat keputusan dan kebijakan.



- Istilah ini sering digunakan dalam pemerintahan.



- Pekerjannya membangun lembaga formal.





- Jabatan fungsional.



- Think incrementally.



- Someone who is obeyed by people.



- Do the right things (follow the books/policy).



- Experienced, have skills of organisation, may have good technical knowledge.



- Use rational/formal methods/acuan pada fungsi manajemen.



- Istilah ini sering digunakan dalam bisnis.



- Melakukan kegiatan-kegiatan/proses produksi.









- Tampil karena pengakuan orang.



- Think radically.



- Someone who is naturally followed by people.



- Do the things right (intuition).



- Stand out by being different, seek outv the truth.



- May have no organizational skills, but his vision unites people behind him.



- May have no experience. But has bold, fresh and new ideas.



- Use passion and stirs emotion.







Ragam tugas tersebut mengandung fungsi-fungsi manajemen[6], seperti; planning, organising, actuating/directing dan controlling (POAC). Di tengah perubahan yang tak terduga terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh organisasi, yakni: (1) Organisasi harus berpikir strategis, yang tidak pernah dilakukan sebelumnya, (2) Organisasi harus menerjemahkan inputnya untuk strategi yang efektif guna menanggulangi lingkungannya yang telah berubah, (3) Organissai harus mengembangkan alasan yang diperlukan untuk meletakkan landasan bagi pemakaian dan pelaksanaan strateginya.[7]



Nah, kaitannya dengan fungsi pertama dari manajemen, seperti telah disebutkan di atas, HMI harus memiliki perencanaan strategis (strategic planning)[8] yang sederhana tapi efektif untuk membantu komponen organisasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Untuk menghasilkan perencanaan strategis tersebut dibutuhkan pemikiran strategis yang mengarah pada perspektif. “Pemikiran strategis organisasional adalah koordinasi pikiran-pikiran kreatif menjadi suatu perspektif bersama yang memungkinkan organisasi anda melangkah ke masa depan dengan suatu sikap untuk memenuhi kebutuhan semua pihak yang berkepentingan, tujuannya aalah untuk membantu mengeksploitasi tantangan-tantangan baik yang dapat diramalkan maupun yang tidak, di masa depan, bukan hanya mempersiapkan diri untuk satu kemungkinan di keesokan hari.”[9]



Apabila HMI tidak tidak mampu melakukan perencanaan visioner yang inovatif dan efektif seperti telah disampaikan di atas, maka HMI akan ketinggalan dibanding organisasi-organisasi lainnya. (Ingat, bahwa rata-rata pemimpin yang menciptakan perubahan tidak bekerja sendiri, tetapi ia memiliki keberanian yang luar biasa. Namun tanpa diikuti upaya mengubah kebiasaan manusianya, reorganisasi tak akan membawa perubahan apa-apa).







Tantangan Perubahan



Tujuan HMI adalah lima kualitas insan cita, yaitu; “terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil, makmur yang di ridhai Allah s.w.t.” Puncak tujuan HMI ini adalah terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang di ridhai Allah s.w.t. Namun, jika melihat perkembangan dunia yang semakin “sempit” karena terjadinya “borderless” yang mengakibatkan munculnya “global village”, nampaknya HMI harus mempersiapkan perencanaan strategis yang mampu membaca gejala-gejala tersebut dengan terus berpegang pada nilai-nilai ilahiyah.



Globalisasi, begitulah perubahan itu disebut yang kelak menjadi ancaman bagi HMI. Selain dampak positif, adalah dampak negatifnya sebagai tantangan HMI, karena aspek negatifnya telah menyuburkan kehidupan keagamaan dengan hubungan antar negara yang melahirkan sekte-sekte militan dengan masing-masing pemahaman yang tak ayal menimbulkan konflik. Yang paling menghawatirkan adalah munculnya kembali kelompok-kelompok militan Islam yang mengarah pada aksi teror sebagaimana terjadi akhir-akhir ini. Apakah hal ini Islami dan di ridhai Allah s.w.t.? Hal ini harus direspon dan dicarikan solusinya oleh HMI.



Selain itu, dalam konteks ekonomi global, bagaimana HMI dapat bertahan di tengah kepungan kapitalisme neo-liberal yang mensyaratkan the survival of the fittest? Atau bahkan kembali ke zaman Hobbes, bahwa hidup ini adalah homo homini lupus. Dengan kondisi ini, HMI harus mempersiapkan resources nya sedemikian rupa, sehingga mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi setiap saat. Wujudkanlah cita-cita “lima kualitas insan cita” itu!







Penutup



Akhirnya, dari beberapa hal yang telah diuraikan di atas, selain melakukan pemikiran strategis, perencanaan strategis dan manajemen yang strategis dalam menghadapi perubahan, adalah berpegang teguh kepada nilai-nilai ilahiyah seperti yang telah digariskan dalam al-Qur’an dan hadis sehingga kepemimpinan dengan perencanaan dan manajemen yang kita buat mengandung aspek-aspek perubahan yang adaptif sekaligus bernafaskan Islam. Wallahu a’lam bisshawab!

0 komentar:

Posting Komentar