G a l e r i

Pelantikan Pengurus HMI Cabang Kediri periode 2011-2012

G a l e r i

Raker Pengurs di Air Terjun Sedudo Nganjuk

G a l e r i

Wisuda Penguus HMI Cabang Kediri periode 2011-2012

G a l e r i

Kajian Rutin bersama alumni HMI

G a l e r i

Audiensi Pengurus HMI bersama Bupati Kediri

G a l e r i

Aksi Peringatan Hari Pancasila di gedung DPRD Kota Kediri

G a l e r i

Training of Trainers (TOT) NDP HMI Cabang kediri

G a l e r i

Kongres PB HMI XII Depok

G a l e r i

KONFERCAB XXX HMI Cabang Kediri

Malam Tahun Baru Jalan Dhoho ditutup

HMI, (News-Online) : Malam tahun baru 2012 yang sudah diambang pintu ada beberapa ruas jalan di Kota Kediri yang dilakukan buka tutup pada jam-jam tertenlu. Seperti di Jalan Dhoho misalnya, seperti juga tahun lalu pada malam tahun baru ini akan ditutup pada jam 19.00-24.00, ini dilakukan, untuk menghindari kemacetan dan penumpukan kendaraan di satu titik.


Sementara Pemkot Kediri berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan Kota Kediri dan SatLantas Polres Kediri Kota untuk menata arus kendaraan yang melintas di Kota Kediri. Hal ini dilakukan agar arus kendaraan pada malam tahun baru bisa berjalan lancar dan kemacetan bisa dihindari. "Saya kira ini solusi yang kami cari, karena bagaimanapun malam tahun baru merupakan momen istimewa warga Kota Kediri untuk merayakan. Namun ada beberapa titik kemacetan yang mungkin terjadi seperti di Jembatan Bandar Ngalim, Sekartaji, Alun-alun dan Jembatan Lama," Jelasnya.


Masih menurut Hariadi, SH. MM warga yang merayakan pergantian tahun tidak saja warga Kota Kediri namun juga warga luar Kota Kediri yang mudik. Karena akhir Desember ini juga merupakan musim liburan sekolah sehingga besar kemungkinan warga akan tumpleg bleg di Kota Kediri.


"Sementara untuk kegiatan Walikota Kediri akan melakukan kunjungan langsung ke Posko Lalu lintas di tujuh titik yang tersebar di Kota Kediri sembari memberi bingkisan kepada petugas kepolisian. Di Balai Kota Kediri akan digelar pesta seni dan kembang api menyambut tahun baru ini," imbuhnya.


sumber dari memo Kediri

Konfercab XXX HMI Cabang Kediri

Menyambut Hari Raya Idul Fitri

HMI, (News-Online) : Walikota Kediri dr. H. Samsul Ashar,Sp.PD tidak hanya mengajak anak-anak yatim piatu di wilayah Kota Kediri berbelanja menyambut lebaran. Namun, penghuni panti jompo, tuna netra dan panti asuhan di Kota Kediri juga diberikan bantuan berupa uang untuk meringankan beban dalam merayakan hari kemenangan Idul Fitri 1432 H. Pemberian bantuan dilaksanakan pada hari Rabu bulan lalu (28 Agustus 2011) di Ruang Sri Aji Jayabaya Balai Kota Kediri. “Kami ingin membantu panti asuhan, panti jompo dan penderita tunanetra di Kota Kediri. Kami berharap dengan sedikit bantuan tersebut bisa meringankan beban mereka. Sehingga di lebaran nanti mereka bisa merayakan dengan hati bahagia. Kami ingin berbagi kebahagiaan bersama,” ujar Walikota Kediri dr. H. Samsul Ashar,Sp.PD.


Walikota Kediri mengatakan kalau pemberian bantuan kepada panti asuhan dan panti jompo menjadi agenda rutin. Karena dua lembaga tersebut sangat membantu Pemerintah Kota Kediri. “Masa depan bangsa ini ada di tangan anak-anak. Jadi kita harus memberi perhatian kepada anak-anak panti asuhan. Selain itu, dalam setiap hari besar keagamaan Pemerintah Kota Kediri juga memberikan bantuan kepada panti asuhan dan panti jompo. Tidak hanya mengundang pengurus ke Pemerintah Kota Kediri, tetapi pihaknya juga berkunjung ke Panti Asuhan dan Panti Jompo,” papar Walikota Kediri dr. H. Samsul Ashar,Sp.PD.
Sementara itu, sebelum mengunjungi panti jompo terlebih dahulu Walikota Kediri dr. H. Samsul Ashar,Sp.PD telah mengajak puluhan anak-anak yatim-piatu di Kota Kediri secara bergiliran berbelanja untuk persiapan hari raya. Anak-anak yatim-piatu saat itu di ajak berbelanja di Mall Matahari. “ Silakan pilih sendiri jenis dan ukuran baju atau sepatu sesuai selera dan ukuran masing-masing,” ucap Walikota Kediri.



Diberi kesempatan memilih, anak-anak yatim-piatu terlihat malu-malu. Namun, setelah Walikota Kediri kembali mengulangi tawarannya baru anak-anak yatim-piatu tersebut kemuadian baru memilih baju atau sepatu yang mereka suka. Ada yang memilih baju, celana, sandal dan sepatu. Walikota Kediri juga dengan sabarnya membantu ikut mencarikan ukuran baju dan sepatu untuk anak-anak yatim-piatu yang berbahagia saat itu. “Saya ingin membantu meringankan beban anak-anak yatim-piatu. Semoga dengan berbelanja mengajak anak-anak yatim-piatu bisa membahagiakan mereka. Di saat hari raya nanti mereka bisa memakai baju-baju baru. Mudah-mudahan mereka berbahagia saat hari raya Idul Fitri,” harap Walikota Kediri.



Walikota Kediri dr. H. Samsul Ashar,Sp.PD mengatakan, rencananya kegiatan tersebut akan dijadikan agenda rutin setiap bulan suci Ramadhan. “Saya ingin mengajak anak-anak yatim-piatu di Kota Kediri berbelanja secara bergiliran. Kami ingin berbagi kebahagiaan bersama anak yatim-piatu,” ujar Walikota Kediri.



Saat itu, puluhan anak yatim-piatu yang diajak berbelanja mengaku sangat senang. Mereka sangat menikmati berbelanja bersama dengan Walikota Kota Kediri yang peduli ikut meringankan beban dalam merayakan hari kemenangan Idul Fitri bersama anak yatim-piatu yang ada di Kota Kediri.

Kajian Rutin bersama alumni

Wisuda pengurus HMI Cabang Kediri





Aksi Peringatan Hari Pancasila

INTERMEDIATE TRAINING LK2

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kediri
akan melaksanakan Intermediate Training Tingkat Nasional
Ikutilah......


Waktu & Tempat
Waktu : Jum'at, 1 Juli 2011 - Kamis, 7 Juli 2011
Tempat : Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Kediri
untuk proposalnya bisa di download di sini

Kecenderungan Mahasiswa Sekarang

Kini para mahasiswa telah demikian menyenangi program MTV ketimbang ketoprak, lebih doyan makan KFC dan Mc Donald, daripada makan SGPC (sego pecel), merasa lebih gaul jika bergaya layaknya fashion show, menenteng handphone dengan model terbaru, dan menghabiskan malam dengan nongkrong di kafe atau shoping di mall.


Fakta ini bisa ditafsirkan sebagai wujud sebuah generasi yang telah menjauhi nilai-nilai kultural dan etik tradisional yang luhur dari bangsa Indonesia. Katanya para kritikus kebudayaan, dalam kajian culture studies, penyebab pergeseran kebudayaan ini adalah akibat dari “globalisasi” sebagai sebuah gerakan budaya, yang telah meruntuhkan totalitas, kesatuan nilai dan kepercayaan tradisional.


Generasi muda yang kehidupan sosialnya telah dibesarkan oleh radio, TV, dan ikon-ikon dari budaya massa. Para pengusaha yang hanya berfikir bagaimana meraup keuntungan yang sebanyak-banyaknya—dan melupakan pertimbangan kajian kebudayaan yang mendalam—akan berpikir praktis bagaimana menciptakan “tempat” pertemuan dan penyaluran life style kalangan muda (youth marketing). Tempat hiburan, makan-minum, toko pakaian, café, tempat kumpul-kumpul dengan penampilan menarik adalah pilihan yang paling menjanjikan. Mahasiswa dan kaum muda lainnya memang kian tumbuh menjadi pasar yang menggiurkan.


Jika anda berkunjung sesekali kebeberapa mall, para mahasiswa dan pelajarlah yang dominan datang ke mall. Sebagian besar dari mereka menggunakan busana yang modis : celana jeans atau celana yang potongannya nempel di pinggul, dibalut kaus ketat (baby shirt) yang sedikit menampakkan pusarnya, serta sepatu/sandal gaul. Sangat jelas bahwa anak muda ini adalah “target pasar” pasar utama.



Inilah proyek besar “komodifikasi” gaya hidup, atau menjadikan gaya hidup sebagai “komoditas” yang diperdagangkan, yang jelas-jelas korbannya adalah para mahasiswa. Meskipun seringkali mereka tidak menyadarinya. Proyek komodikasi gaya hidup kaum muda adalah strategi kebudayaan yang paling ampuh untuk menghancurkan kepribadian manusia-manusia muda ini yang masih dalam proses pembentukan dan pencarian identitas, baik menyangkut masalah nilai, identitas diri, harapan maupun masa depannya.



Jika sebelumnya kita telah sedikit mengutarakan bagaimana perubahan budaya yang terjadi di kalangan mahasiswa masa kini. Dan kita akan mengatakan tidaklah tepat bagi HMI di zaman ini untuk merebut kembali posisi menjadikan “masjid kampus” sebagai basis gerakan. Bukan karena masjid kampus itu tempat yang tidak mulia lagi—selain disebabkan kompetitor yang lebih banyak (HTI, Salafi, ataupun KAMMI)—tapi karena kecenderungan baru dalam kebudayaan mahasiswa. Apa pasal ?



Sekarang ini yang dijadikan masjid bagi mahasiswa adalah mall, café, dan tempat nongkrong lainnya. Sehingga, HMI merasa jauh lebih baik jika mengambil tanggungjawab dakwah kepada mahasiswa yang telah terkena imbas budaya global ini. Memilih target generasi “muslim tanpa masjid” tak berarti meninggalkan masjid, justru ingin mengembalikan kegandrungan mahasiswa kepada kemendasaran masjid sebagai sentral gerakan di dalam dunia Islam.





Kongres PB HMI XII Depok

Pelantikan Pengurus Periode 2011-2012

TOT NDP HMI Cabang Kediri

Raker di Air Terjun Sedudo

Sejarah HMI

A. Definisi Sejarah

Sejarah adalah pelajaran dan pengetahuan tentang perjalanan masa lampau ummat manusia, mengenai apa yang dikerjakan, dikatakan dan dipikirkan oleh manusia pada masa lampau, untuk menjadi cerminan dan pedoman berupa pelajaran, peringatan, kebenaran bagi masa kini dan mendatang untuk mengukuhkan hati manusia.



B. Latar Belakang Sejarah Berdirinya HMI

Kalau ditinjau secara umum ada 4 (empat) permasalahan yang menjadi latar belakang sejarah berdirinya HMI.



Situasi Dunia Internasional



Berbagai argumen telah diungkapkan sebab-sebab kemunduran ummat Islam. Tetapi hanya satu hal yang mendekati kebenaran, yaitu bahwa kemunduran ummat Islam diawali dengan kemunduran berpikir, bahkan sama sekali menutup kesempatan untuk berpikir. Yang jelas ketika ummat Islam terlena dengan kebesaran dan keagungan masa lalu maka pada saat itu pula kemunduran menghinggapi kita.



Akibat dari keterbelakangan ummat Islam , maka munculah gerakan untuk menentang keterbatasan seseorang melaksanakan ajaran Islam secara benar dan utuh. Gerakan ini disebut Gerakan Pembaharuan. Gerakan Pembaharuan ini ingin mengembalikan ajaran Islam kepada ajaran yang totalitas, dimana disadari oleh kelompok ini, bahwa Islam bukan hanya terbatas kepada hal-hal yang sakral saja, melainkan juga merupakan pola kehidupan manusia secara keseluruhan. Untuk itu sasaran Gerakan Pembaharuan atau reformasi adalah ingin mengembalikan ajaran Islam kepada proporsi yang sebenarnya, yang berpedoman kepada Al Qur'an dan Hadist Rassullulah SAW.



Dengan timbulnya ide pembaharuan itu, maka Gerakan Pem-baharuan di dunia Islam bermunculan, seperti di Turki (1720), Mesir (1807). Begitu juga penganjurnya seperti Rifaah Badawi Ath Tahtawi (1801-1873), Muhammad Abduh (1849-1905), Muhammad Ibnu Abdul Wahab (Wahabisme) di Saudi Arabia (1703-1787), Sayyid Ahmad Khan di India (1817-1898), Muhammad Iqbal di Pakistan (1876-1938) dan lain-lain.

Situasi NKRI



Tahun 1596 Cornrlis de Houtman mendarat di Banten. Maka sejak itu pulalah Indonesia dijajah Belanda. Imprealisme Barat selama ± 350 tahun membawa paling tidak 3 (tiga) hal :



Penjajahan itu sendiri dengan segala bentuk implikasinya.



Missi dan Zending agama Kristiani.



Peradaban Barat dengan ciri sekulerisme dan liberalisme.

Setelah melalui perjuangan secara terus menerus dan atas rahmat Allah SWT maka pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta Sang Dwi Tunggal Proklamasi atas nama bangsa Indonesia mengumandangkan kemerdekaannya.





Kondisi Mikrobiologis Ummat Islam di Indonesia



Kondisi ummat Islam sebelum berdirinya HMI dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) golongan, yaitu : Pertama : Sebagian besar yang melakukan ajaran Islam itu hanya sebagai kewajiban yang diadatkan seperti dalam upacara perkawinan, kematian serta kelahiran. Kedua : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang mengenal dan mempraktekkan ajaran Islam sesuai yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketiga : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang terpengaruh oleh mistikisme yang menyebabkan mereka berpendirian bahwa hidup ini adalah untuk kepentingan akhirat saja. Keempat : Golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman, selaras dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam itu benar-benar dapat dipraktekkan dalam masyarakat Indonesia.



Kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia Kemahasiswaan



Ada dua faktor yang sangat dominan yang mewarnai Perguruan Tinggi (PT) dan dunia kemahasiswaan sebelum HMI berdiri. Pertama: sisitem yang diterapkan dalam dunia pendidikan umumnya dan PT khususnya adalah sistem pendidikan barat, yang mengarah kepada sekulerisme yang "mendangkalkan agama disetiap aspek kehidupan manusia". Kedua : adanya Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di Surakarta dimana kedua organisasi ini dibawah pengaruh Komunis. Bergabungnya dua faham ini (Sekuler dan Komunis), melanda dunia PT dan Kemahsiswaan, menyebabkan timbulnya "Krisis Keseimbangan" yang sangat tajam, yakni tidak adanya keselarasan antara akal dan kalbu, jasmani dan rohani, serta pemenuhan antara kebutuhan dunia dan akhirat.













Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)

Latar Belakang Pemikiran



Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk ditingkat I. Tentang sosok Lafran Pane, dapat diceritakan secara garis besarnya antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim pernah menganyam pendidikan di Pesantren, Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah.



Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: "Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat.



Peristiwa Bersejarah 5 Februari 1947



Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan yang berakhir dengan kegagalan. Lafran Pane mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan secara mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika itu hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain mengatakan "Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan"



Pada awal pembentukkannya HMI bertujuan diantaranya antara lain:



Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.



Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Sementara tokoh-tokoh pemula / pendiri HMI antara lain :





# Lafran Pane (Yogya),

# Karnoto Zarkasyi (Ambarawa),

# Dahlan Husein (Palembang),

# Maisaroh Hilal (Singapura),

# Suwali, Yusdi Ghozali (Semarang),

# Mansyur, Siti Zainah (Palembang),

# M. Anwar (Malang),

# Hasan Basri, Marwan, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi (Malang),

# Baidron Hadi (Yogyakarta).





Faktor Pendukung Berdirinya HMI



Posisi dan arti kota Yogyakarta



Yogyakarta sebagai Ibukota NKRI dan Kota Perjuangan

Pusat Gerakan Islam

Kota Universitas/ Kota Pelajar

Pusat Kebudayaan

Terletak di Central of Java



Kebutuhan Penghayatan dan Keagamaan Mahasiswa

Adanya tuntutan perang kemerdekaan bangsa Indonesia

Adanya STI (Sekolah Tinggi Islam), BPT (Balai Perguruan Tinggi)

Gajah Mada, STT (Sekolah Tinggi Teknik).

Adanya dukungan Presiden STI Prof. Abdul Kahar Muzakir

Ummat Islam Indonesia mayoritas

Faktor Penghambat Berdirinya HMI

Munculnya reaksi-reaksi dari :



Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY)

Gerakan Pemuda Islam (GPII)

Pelajar Islam Indonesia (PII)

Fase-Fase Perkembangan HMI dalam Perjuangan Bangsa Indonesia



Fase Konsolidasi Spiritual (1946-1947)

Sudah diterangkan diatas



Fase Pengokohan (5 Februari 1947 - 30 November 1947)



Selama lebih kurang 9 (sembilan) bulan, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI barulah berakhir. Masa sembilan bulan itu dipergunakan untuk menjawab berbagai reaksi dan tantangan yang datang silih berganti, yang kesemuanya itu semakin mengokohkan eksistensi HMI sehingga dapat berdiri tegak dan kokoh.



Fase Perjuangan Bersenjata (1947 - 1949)



Seiring dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun kegelanggang pertempuran melawan agresi yang dilakukan oleh Belanda, membantu Pemerintah, baik langsung memegang senjata bedil dan bambu runcing, sebagai staff, penerangan, penghubung. Untuk menghadapi pemberontakkan PKI di Madiun 18 September 1948, Ketua PPMI/ Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM), dengan Komandan Hartono dan wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu Pemerintah menumpas pemberontakkan PKI di Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke gunung-gunung, memperkuat aparat pemerintah. Sejak itulah dendam kesumat PKI terhadap HMI tertanam. Dendam disertai benci itu nampak sangat menonjol pada tahun '64-'65, disaat-saat menjelang meletusnya G30S/PKI.



Fase Pertumbuhan dan Perkembangan HMI (1950-1963)



Selama para kader HMI banyak yang terjun ke gelanggang pertempuran melawan pihak-pihak agresor, selama itu pula pembinaan organisasi terabaikan. Namun hal itu dilakukan secara sadar, karena itu semua untuk merealisir tujuan dari HMI sendiri, serta dwi tugasnya yakni tugas Agama dan tugas Bangsa. Maka dengan adanya penyerahan kedaulatan Rakyat tanggal 27 Desember 1949, mahasiswa yang berniat untuk melanjutkan kuliahnya bermunculan di Yogyakarta. Sejak tahun 1950 dilaksankanlah tugas-tugas konsolidasi internal organisasi. Disadari bahwa konsolidasi organisasi adalah masalah besar sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta.



Fase Tantangan (1964 - 1965)



Dendam sejarah PKI kepada HMI merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi HMI. Setelah agitasi-agitasinya berhasil membubarkan Masyumi dan GPII, PKI menganggap HMI adalah kekuatan ketiga ummat Islam. Begitu bersemangatnya PKI dan simpatisannya dalam membubarkan HMI, terlihat dalam segala aksi-aksinya, Mulai dari hasutan, fitnah, propaganda hingga aksi-aksi riil berupa penculikan, dsb.

Usaha-usaha yang gigih dari kaum komunis dalam membubarkan HMI ternyata tidak menjadi kenyataan, dan sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa yang kontra revolusi, PKI dengan puncak aksi pada tanggal 30 September 1965 telah membuatnya sebagai salah satu organisasi terlarang.



Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru (1966 - 1968)



HMI sebagai sumber insani bangsa turut mempelopori tegaknya Orde Baru untuk menghapuskan orde lama yang sarat dengan ketotaliterannya. Usaha-usaha itu tampak antara lain HMI melalui Wakil Ketua PB Mari'ie Muhammad memprakasai Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) 25 Oktober 1965 yang bertugas antara lain : 1) Mengamankan Pancasila. 2) Memperkuat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan Gestapu/ PKI sampai ke akar-akarnya. Masa aksi KAMI yang pertama berupa Rapat Umum dilaksanakan tanggal 3 Nopember 1965 di halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba Jakarta, dimana barisan HMI menunjukan superioitasnya dengan massanya yang terbesar. Puncak aksi KAMI terjadi pada tanggal 10 Januari 1966 yang mengumandangkan tuntutan rakyat dalam bentuk Tritura yang terkenal itu. Tuntutan tersebut ternyata mendapat perlakuan yang represif dari aparat keamanan sehingga tidak sedikit dari pihak mahasiswa menjadi korban. Diantaranya antara lain : Arif rahman Hakim, Zubaidah di Jakarta, Aris Munandar, Margono yang gugur di Yogyakarta, Hasannudin di Banjarmasin, Muhammad Syarif al-Kadri di Makasar, kesemuanya merupakan pahlawan-pahlawan ampera yang berjuang tanpa pamrih dan semata-mata demi kemaslahatan ummat serta keselamatan bangsa serta negara. Akhirnya puncak tututan tersebut berbuah hasil yang diharap-harapkan dengan keluarnya Supersemar sebagai tonggak sejarah berdirinya Orde Baru.



Fase Pembangunan (1969 - 1970)



Setelah Orde Baru mantap, Pancasila dilaksanakan secara murni serta konsekuen (meski hal ini perlu kajian lagi secara mendalam), maka sejak tanggal 1 April 1969 dimulailah Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). HMI pun sesuai dengan 5 aspek pemikirannya turut pula memberikan sumbangan serta partisipasinya dalam era awal pembagunan. Bentuk-bentuk partisipasi HMI baik anggotanya maupun yang telah menjadi alumni meliputi diantaranya : 1) partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan dilaksanakannya pembangunan, 2) partisipasi dalam pemberian konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikiran 3) partisipasi dalam bentuk pelaksana langsung dari pembangunan.



Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970 - sekarang )



Suatu ciri khas yang dibina oleh HMI, diantaranya adalah kebebasan berpikir dikalangan anggotanya, karena pada hakikatnya timbulnya pembaharuan karena adanya pemikiran yang bersifat dinamis dari masing-masing individu. Disebutkan bahwa fase pergolakan pemikiran ini muncul pada tahun 1970, tetapi geja-gejalanya telah nampak pada tahun 1968. Namun klimaksnya memang terjadi pada tahun 1970 di mana secara relatif masalah- masalah intern organisasi yang rutin telah terselesaikan. Sementara di sisi lain, persoalan ekstern muncul menghadang dengan segudang problema.



Billahittaufiq wal hidayah,

Wassalamualaikum war. wab.

TKI dan Kekerasannya

Keadaan bangsa yang akhir-akhir ini menuai banyak sekali problema baik dari segi politis maupun ekonomis setidaknya kita harus memberikan solusi praktis dengan keadaan ini sebagai bangsa yang mempunyai sumber daya alam yang sangat tinggi kita melihat bahwa hasil ini tidak digunakan sebagaimana mestinya beberapa rakyat sendiri mengalami pergeseran pasar dengan orang asing begitupula politik yang diwarnai dengan korupsi yang sudah mendarah daging di para kaum birokrat imbasnya bangsa ini selalu stagnan dan tidak ada perubahan
Apakah Tidak malu jika negeri yang kaya akan sumber daya alamnya dan budayanya ini akan menjadi bahan lelucon orang asing dan lama-lama akan terkikis oleh pihak asing kalau ini terjadi tidak mungkin bangsa ini akan selalu menjadi jongos para orang asing, sosok pahlawan tenaga kerja Indonesia yang memberikan sumbangsih tinggi pada negeri harus rela mengalami penderitaan yang sangat berat sampai harus mengorbankan nyawa demi mencari kehidupan yang layak kenapa mereka lebih diterima di luar sana sedangkan didalam negeri sendiri tidak??apakah memang tenaga kita dikirim disana untuk dianiaya??jika pemerintah mampu memberikan peluang kerja, hal yang sering terjadi terhadap rakyat kita pasti tidak seperti ini.!nasi sudah menjadi bubur itulah yang diungkapkan jika setelah tenaga kita menjadi korban kekerasan oleh majikannya tersebut tanpa ada tindakan.!
Kita tidak pernah berfikir kenapa tidak orang asing disana yang menjadi tenaga kerja di negeri kita?coba kita lihat apa kendalanya?”Korupsi masih ada dan Ekonomi sangat susah” tidak mudah merubah tradisi yang menjadi warisan bangsa sedikit mengungkap pada perjuangan mahasiswa pada era reformasi dulu mempunyai visi untuk perubahan!bukan hanya pemerintahannya yang mengalami perubahan dan berjalan kedepan.

Optimis dan yakin bahwa kita mampu dengan didorong usaha-usaha.!rakyat kecil tidak mungkin dapat merubah bangsa ini lebih baik kecuali mereka yang duduk di pemerintahan karena tidak ada kekuasaan untuk itu.!jika dimungkinkan bagi rakyat kecil untuk merubah bangsa ini haruslah diimbangi dengan intelektual yang tinggi sedangkan mereka tidak punya itu dan hanya bergantung kepada pemerintahan yang menjadi wakinya. (Penulis adalah kader HMI Cabang Kediri)



KOTA KEDIRI

Kota Kediri adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota Kediri dengan luas wilayah 63,40 Km2 terbelah sungai Brantas yang membujur dari Selatan ke Utara sepanjang 7 Km.



Kota kediri merupakan satu-satunya kota di Jawa Timur yang mempunyai 2 gunung yaitu : Gunung Klotok dan Gunung Maskumambang.



Kediri identik dengan kota rokok kretek. Di kota inilah, pabrik rokok kretek PT Gudang Garam berdiri dan berkembang.



Kota ini awalnya berupa sebuah Kerajaan Kadiri. Tapi pada akhirnya dipilah menjadi dua kerajaan, yaitu Kerajaan Jenggala dan Kerajaan Panjalu. Raja kerajaan Kediri yang terkenal adalah Jayabaya. Raja ini terkenal dengan karyanya yang berupa Jangka Jayabaya yang berisi sebuah ramalan-ramalan yang akan terjadi pada negeri ini kelak.Setelah kejayaan tersebut, kerajaan Kediri perlahan-lahan tenggelam dan menurut sejarah Raja terakhir Kerajaan Kediri Kertajaya, beliau meninggal dalam petempuran di desa Tumapel dalam perlawanan melawan Ken Arok pada 1222, Ken Arok ialah Raja Singosari yang pertama yang wilayahnya menggantikan Kerajaan Kediri. Kediri pada masa Revolusi Kemerdekaan 1945-1949 pernah dilewati oleh Panglima Besar Jendral Sudirman, Kediri pun mencatat sejarah yang kelam juga ketika era pemberontakan G-30 S, di mana banyak penduduk Kediri yang ikut menjadi korbannya.

Kota ini berjarak ±128 km dari Surabaya, ibu kota provinsi Jawa Timur terletak antara 07°45'-07°55'LS dan 111°05'-112°3' BT.[1] Dari aspek topografi, Kota Kediri terletak pada ketinggian rata-rata 67 m diatas permukaan laut, dengan tingkat kemiringan 0-40%



Struktur wilayah Kota Kediri terbelah menjadi 2 bagian oleh sungai Brantas, yaitu sebelah timur dan barat sungai. Wilayah dataran rendah terletak di bagian timur sungai, meliputi Kec. Kota dan Kec. Pesantren, sedangkan dataran tinggi terletak pada bagian barat sungai yaitu Kec. Mojoroto yang mana di bagian barat sungai ini merupakan lahan kurang subur yang sebagian masuk kawasan lereng Gunung Klotok (472 m) dan Gunung Maskumambang (300 m).



Secara administratif, Kota Kediri dibagi 3 kecamatan yaitu



* Kecamatan Mojoroto (barat),

* Kecamatan Kota (Tengah)

* Kecamatan Pesantren (timur).



Dan berada di tengah wilayah Kabupaten Kediri dengan batas wilayah sebagai berikut :



* Sebelah utara: Kecamatan Gampengrejo dan Kecamatan Banyakan

* Sebelah selatan: Kecamatan Kandat, kecamatan Ngadiluwih, dan Kec. Semen

* Sebelah timur: Kecamatan Wates dan Kecamatan Gurah

* Sebelah barat: Kecamatan Banyakan dan Kecamatan Semen



Di sini terdapat industri rokok domestik. Perusahaan rokok Gudang Garam yang merupakan perusahaan rokok terbesar di Indonesia, sekitar 16.000 warga kediri menggantungkan hidupnya kepada perusahaan ini,selain itu Gudang Garam menyumbangkan pajak dan cukai yang relatif besar terhadap pemkot Kediri. Kota Kediri juga mengembangkan industri skala rumah tangga. wikipedia

Pelecehan Agama di Layar Kaca

Oleh : NURUL KIPTIYAH, S.Pd


Bak jamur di musim hujan, bertebarannya tontonan di layar kaca semakin menyuguhkan cerita-cerita yang terkesan di paksakan. Indonesia memang terkenal sering latah dalam mendulang kesuksesan, apalagi di jagad hiburan. Lihat saja ! Setelah kemunculan “Ayat –Ayat Cinta” yang mendobrak kesuksesan yang gemilang dengan menyusul boomingnya novel Ayat-Ayat Cinta Kang Abik tersebut, mulai menyusul film-film berlatarkan Islam dan berkedok religi. Masih bagus jika kehadirannya dapat memberikan angin segar dan inspirasi masyarakat untuk lebih baik dalam arti pada sisi kehidupan religinya, tetapi kenyataannya tontonan tersebut justru memperburuk citra Islam sendiri.

Film “Mengaku Rosul” yang mengkisahkan tentang riwayat penganut ajaran sesat, misalnya. Terlihat sekali sutradara mengambil angle secara sepihak yaitu pada penyesatan dan perilaku penyimpang pengautnya tanpa memberikan pesan yang membangun di akhir ceritanya. Kemudian film “Perempuan Berkalung Sorban” yang baru saja dilounching sudah menuai kontroversi dari salah seorang tokoh ulama. Bahkan sebelum sang tokoh menonton sudah memberi fatwa larangan menonton film tersebut. Langkah sukses layar lebar tersebut ternyata diikuti olea stasiun televisi yang ikut menanyangkan tontonan religi berupa sinetron yang ditayangkan secara monoton ( full 1 minggu penuh).

Sebuah pertanyaan, sebenarnya tayangan sinteron religi tersebut merupakan pengagungan agama ataukah justru penistaan agama. Tetapi tujuan yang pasti tentunya mencari keuntungan dari tingginya rating dan selera pasar dengan memutarnya pada moment yang dianggap tepat. Pada saat Ramadhan misalnya.

Simak saja sinetron Muslimah yang tayang di sebuah stasiun swasta yang tayang sejak ramadhan hingga kini belum juga selesei. Dan tentunya sinetron-sinetron serupa di bulan ramadhan. Apalagi dengan jam tayang yang bersamaan dengan sholat magrib, jelas-jelas ini menggangu muslim yang hendak beribadah. Belum lagi muatan isinya yang selalu menampilkan kelemahan orang sholeh yang seharusnya bisa menjadi kuat dengan keimanannya. Tayangan mistik bertema hantu dan alam gaib yang dapat membuat orang menjadi sulit untuk rasional dan mengarah pada syirik. Belum selesei sinetron itu tayang telah ramai sinetron yang dikonsumsi masyarakat adalah Hareem, yang tampak diadaptasi dari sebuah kisah nyata.

Anggota FPKS DPR Mutamminul Ula meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) segera menghentikan tayangan sinetron Hareem yang nyata-nyata telah melecehkan ajaran agama Islam dan merusak citra Islam. Namun pihak Production Huose ternyata tidak juga menanggapi seruan dari KPI. Lebih parah lagi kehadiran agamawan ( baca:ustadz) diakhir cerita bukan mengajak penonton untuk cerdas dalam menilai cerita tersebut tetapi justru muncuk dengan kutipan –kutipan ayat yang dijadikan pendukung dan pembenar dari perspektif tertentu yang menjadi dasar cerita sinetron. Sebaliknya ayat-ayat yang mementahkan perspektif itu cenderung disimpan. Tetapi tidak semua sintron religi membawa cerita yang tidak berkualiats. Ada juga sinetron religi yang bermuatan dakwah, realistis dan tidak terlalu ekspresionis. Seperti Kiamat Sudah Dekat dan Para Pencari Tuhan. Garapan sineas besar Dedy Mizwar tersebut membuat setting sinetron tidak di buat-buat dan pesan yang disampaikan begitu mengena. Bahkan sinetron ini mandapat apresiasi dari Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Sayangnya sinetron ini tidak diproduksi panjang. Pengusaha PH dan produser lebih mengutamakan rating daripada kualitas, akibatnya penistaan agamapun tetap dianggap pengaungan agama hanya karena balutan cover, judul, lagu theme song dan kostum pemainnya..

Media kini diyakini telah menggeser paradigma manusia. Dalam hal ini media telah menjadi semacam comtemporary civil religion ( Bellah ; 1967) atau agama sipil komtemporer yang melibatkan bentuk-bentuk pemujaan baru lewat ritual-ritual menonton dan mengkonsumsi media. Persoalannya bukan rahasia lagi bahwa realitas yang dibawa oleh media adalah realitas yang berselimut kepentingan kapitalis indrustialis yang tak berujung pada akumulasi positif semata.

Budaya media dalam hal ini bekerja secara hegemoni untuk mendukung kepentingan para pemilik media. Media makin asyik mengejar kepentingan ekomoni dan cenderung mengesampingkan tanggungjawab sosialnya. KPI sebagai lembaga pemerintahpun tak kuasa dan tak punya gigi untuk menghadapi rezim televisi. Televisi dianggap telah menyebarkan pesan-pesan negatif yang kontroversi dengan kebaikan yang disyiarkan oleh agama. Ada sebuah langkah taktis untuk menempatkan media ( baca:TV) sebagai rival dengan institusi sosial bernama agama. Sehingga memposisikan agama secara vis a vis dengan media dikaitkan dengan polarisasi biner sekuler/amoral ( media) versus sacral/moral ( agama).

Seolah masyarakat lupa bahwa moral adalah tanggungjawab semua individu. Dan kondisi memprihatinkan anak-anak bangsa kita juga bukan hanya kesalahan yang hanya dapat ditimpakan pada media. Kurang proteksi dari lingkungan terutama adalah pendidikan agama akan menjadikan rentannya mental generasi terhadap virus-virus media. Dalam lingkup kecil masyarakat adalah keluarga. Arus informasi bertebaran di depan mata tanpa bisa dibendung. Jika kita berupaya sekuat tenaga untuk memproteksi diri dari arus informasi tersebut maka layaknya kita berusaha untuk tidak bernafas diantara udara yang tercemar. Maka semua akhirnya dikembalikan pada diri kita sendiri dalam hal ini adalah kita sebagai konsumen. Sebuah sikap bijaksana yang harus kita ambil sebagai sebuah konsekwensi bahwa kita hidup di Negara yang telah impotent dalam menyikapi dan menfilter arus budaya yang semakin permisif. Karena jika Negara kita mengharapkan adanya perbaikan mental anak-anak bangsa maka upaya membangun karakter ini haruslah dimulai dengan merubah paradigma masyarakat terutama dari blowup media. Tontonan sinetron-sinetron tersebut ( yang dapat merusak mental anak-anak) lebih banyak ditayangkan pada jam 19.00 malam, dimana pada saat itu anak-anak jelas masih terjaga, Sehingga sekarang ini anak-anaklah yang lebih banyak terkena dampak negative dari tontonan yang layak tersebut.

Di sinilah peran orang tua dalam menemani anak-anak melihat televisi dan dominasi orangtua terhadap remot control televisi di rumah diprlukan sebagai langkah awal melakukan proteksi terhadap anak-anak bangsa. Kesadaran individu akan melahirkan kesadaran sosial, artinya jika sinetron-sinetron tersebut hanya mengejar rating, hal itu sebenarnya adalah tergantung pada ketertarikan konsumennya terhadap tayangan tersebut. Jika penonton masih betah menonton dan maka PH akan memperpanjang ceritanya agar penonton penasaran, tetapi jika penonton telah bosan maka sinetron itu akan selesei dengan sendirinya. Disinilah sebenarnya keputusan tayang atau tidaknya sinema tersebut tergantung kita sebagai penonton.

Disisi lain peran institusi sosial yaitu agama agar dapat mencerna dan memaknai realitas media secara lebih cerdas. Bukan hanya menjudgetifikasi produk anak bangsa dan melonching fatwa-fatwa “haram” yang terkadang membingungkan umat. Budaya memang harus dilawan dengan budaya.

Agar langkah ini dapat menjadi bagian dakwah secara kultural dalam perbaikan mental umat hendaknya untuk para sineas muslim khususnya, agar berupaya menciptakan kreasi seninya yang dapat mengangkat nilai-nilai religi yang sarat pesan moral bukan hanya mengumbar ajaran agama untuk mempermanis sinema saja. Atau menggunakan cover agama sebagai kostum untuk memikat pasar.

( Penulis adalah salah satu akfitis FLP Blitar dan Alumi HMI Badko Jawa Timur)

HMICABANGKEDIRI.CO.CC adalah Komunitas Cyber Himpunan Mahasiswa Islam. HMI Cabang Kediri suatu situs komunitas yang dibuat untuk kepentingan publisitas HMI diseluruh Indonesia, baik Komisariat, Cabang maupun PBHMI. Blog ini bukan bagian atau lembaga dibawah naungan HMI Cabang Kediri.
Di HMICABANGKEDIRI.CO.CC semua artikel ditulis dan di update oleh para kader HMI Cabang Kediri dan masukan yang masuk dalam email, membuat Blog ini sebagai situs yang dimiliki bersama dan untuk kepentingan bersama. Di HMICABANGKEDIRI.CO.CC dirancang untuk mempermudah dicurahkannya pemikiran individual. Sehingga diharapkan blog ini selalu memiliki content yang segar dan dinamis.
Para penulis adalah mereka yang menghargai pendapat penulis lain, menghargai perbedaan pendapat, dan berkembangnya opini yang dipubikasikan melalui HMICABANGKEDIRI.CO.CC  Opini yang dipublikasikan pada situs ini bertujuan untuk mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan, wacana keislaman dan ke-Indonesia-an. Kesemuanya diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap kemajuan Organisasi HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), Individual, masyarakat, Bangsa dan Negara.


Inisiator

Bang Zaim (Zaim Muddin Arif, S.Pd.I)

  • Webmaster

  • Wasekum Bidang PTKP Komisariat Tarbiyah

  • Bendahara Umum HMI Komisariat Tarbiyah

  • Bendahara Umum HMI Cabang Kediri



Audiensi bersama Bupati Kediri

Profesionalisme Pendidikan

Oleh : Zaim Muddin Arif

Dapat dimengerti bahwa semua negara di dunia pada saat ini dalam proses memasuki era globalisasi begitu pula Indonesia. Hal ini setidaknya ditandai oleh tiga indikator sekaligus dalam perikehidupan manusia di dunia yaitu semakin transparan, mengglobal, dan kompetitif.



Dalam era ini tidak mengenal adanya batas geografi antar negara, yang tak mampu lagi membendung distribusi informasi yang semakin beragam, baik jenis serta kualitasnya. Sehingga pagar-pagar budaya bangsa akan semakin merapuh dalam menangkal datangnya kultur-kultur bangsa lain. Oleh sebab itu diperlukan adanya daya selektivitas pada diri bangsa Indonesia terhadap masuknya budaya dari luar.

Era yang melanda bangsa Indonesia ini merupakan salah satu hegemoni dan pengaruh kekuasaan suatu negara atas bangsa lain yang bukan hanya pada aspek ekonomi, intelektual, sosial, budaya dan sains teknologi. Hal ini akan menumbuhkan nilai-nilai baru yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia ataupun agama, sebagai contoh ini adalah merebaknya nilai pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Sehingga budaya yang seperti ini, akan mempengaruhi pada pola pikir, sikap dan perilaku atau gaya hidup yang akan teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari.

Fenomena tersebut di atas banyak melanda di kalangan anak, baik yang duduk di SD, SMP atau SMU bahkan banyak yang telah terkontaminasi melalui internet, televisi dan media masa lainnya. Pernyataan tersebut diperkuat lagi oleh Zakiyah Daradjat dalam bukunya yang mengungkapkan bahwa “ di antara ahli jiwa, ada yang berpendapat, bahwa anak remaja dan problemanya, tidak lain dari hasil akibat kemajuan zaman” . Hal ini dikarenakan anak masih mempunyai emosi yang meluap-luap dan tidak stabil. Perubahan-perubahan yang terjadi itu, meliputi segala segi kehidupan manusia, yaitu jasmani, rohani, pikiran, perasaan dan sosial . Oleh karena itu sebagai penerus bangsa, negara dan agama haruslah memiliki suatu fondasi yang kokoh agar dapat melawan dampak dari era globalisasi yang bersifat negatif dengan timbulnya suatu kesadaran selektivitas yang tinggi terhadap nilai-nilai yang masuk.

Pendidikan disamping merupakan kebutuhan manusia juga merupakan suatu kewajiban bagi orang tua untuk mendidik anaknya, karena anak merupakan amanat yang diberikan oleh Allah untuk dipelihara dan dipertanggungjawabkan dihadapan-Nya.

HMI dan Perubahan Zaman

Oleh: Bang A. Nasir Siregar


Himpunan Mahasiswa Islam (selanjutnya ditulis HMI) didirikan di Yogyakarta tanggal 14 Rabiul Awal 1366 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 5 Februari 1947 Masehi oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa tingkat satu Sekolah Tinggi Islam (STI).

Karenanya, HMI merupakan organisasi mahasiswa Islam tertua di Indonesia yang aktif berjuang sejak kelahirannya hinga hari ini. Sebagai organisasi perjuangan HMI dituntut melakukan perubahan dan pembaruan sesuai dengan tuntutan zaman yang terus bergulir.



Di usianya yang sudah relatif “renta” ini, khususnya dalam konteks mutakhir, nampaknya belum terlihat perubahan mendasar yang dipelopori HMI, meski secara historis banyak hal yang sudah disumbangkan HMI untuk bangsa ini. Setidaknya berpartisipasi dalam pembentukan situasi, iklim dan pembinaan sumber daya manusia. Partisipasi dalam bentuk pemberian konsep-konsep dalam berbagai kehidupan serta bentuk pelaksanaannya. Hal ini berimplikasi atas lahirnya pembaruan dibidang politik, pendidikan, ekonomi, pemikiran dalam Islam dan di bidang kebudayaan Islam.[2] Realitas tersebut menunjukkan bahwa HMI—meminjam bahasa orang-orang asing—sebagai “the most powerful Muslim students”. Prestasi itu dicapai di antaranya karena ketidak terikatan HMI atas kelompok atau organisasi-organisasi kemasyarakatan serta organisasi politik lainnya (independen), baik secara etis maupun organisatoris.

Independensi ini seharusnya mempengaruhi karakter kader-kader HMI sebagai pembaru secara berkala dalam segala aspek kehidupan. Namun jika diperhatikan, terutama pasca reformasi, nampaknya HMI (tentu karena kader-kadernya) mengalami euforia, sehingga eksistensinya dilampaui oleh perubahan-perubahan yang “deras mengalir”. Gerakannya, baik dari segi intelektual dan eksistensinya dalam konteks real seolah tak mampu bersaing dengan lahirnya organisasi-organisasi non pemerintah (Non Government Organization) yang penuh dengan inovasi. Karenanya, perlu dilakukan diskusi ulang ditingkat internal organisasi sehingga perubahan itu bisa direspon secara positif.







Karakteristik-Karakteristik Perubahan



Untuk membantu mengantarkan pada pentingnya HMI membekali diri menghadapi perubahan itu, berikut saya review karakteristik-karakteristik change dalam perspektif Rhenald Kasali sehingga nantinya diharapkan menjadi landasan berpikir dalam rangka memahami perubahan-perubahan yang tak ayal selalu terjadi secara tiba-tiba. Menurutnya terdapat 10 karakteristik change, yaitu:







(1) Change itu begitu misterius karena tak mudah dipegang.



(2) Change memerlukan change maker(s). Rata-rata pemimpin yang menciptakan perubahan tidak bekerja sendiri, tetapi ia memiliki keberanian yang luar biasa, bahkan sebagian besar pemimpin perubahan gugur di usia perjuangannya.



(3) Tak semua orang bisa diajak melihat perubahan. Sebagian besar orang malah hanya melihat memakai mata persepsi. Hanya mampu melihat realitas, tanpa mampu melihat masa depan. Maka persoalan besar perubahan adalah mengajak orang-orang melihat apa yang anda lihat dan memercayainya.



(4) Perubahan terjadi setiap saat, maka perubahan harus diciptakan setiap saat pula, bukan sekali-kali.



(5) Ada sisi keras ada sisi lembut dari perubahan. Sisi keras termasuk masalah uang dan teknologi, sedangkan sisi lembut menyangkut manusia dan organisasi.



(6) Perubahan membutuhkan waktu, biaya dan kekuatan. Untuk menaklukkan nya perlu kematangan berpikir, kepribadian yang teguh, konsep yang jelas dan sistematis, dilakukan secara bertahap, dan dukungan yang luas.



(7) Dibutuhkan upaya-upaya khusus untuk menyentuh nilai-nilai dasar organisasi (budaya korporat). Tanpa menyentuh nilai-nilai dasar, perubahan tidak akan mengubah prilaku dan kebiasaan-kebiasaan manusianya.



(8) Perubahan banyak diwarnai oleh mitos-mitos. Salah satunya adalah mitos bahwa perubahan akan selalu membawa kemajuan atau perbaikan instan. Seperti pasien yang sakit, perubahan berarti menelan pil pahit, atau bahkan amputasi yang artinya perlu pengorbanan.



(9) Perubahan menimbulkan ekspektasi, dan karenanya ekspektasi dapat menimbulkan getaran-getaran emosi dan harapan-harapan yang bisa menimbulkan kekecewaan-kekecewaan. Maka itu manajemen perubahan harus diimbangi dengan manajemen harapan agar para pengikut dan pendukung perubahan dapat terus membakar energi untuk terlibat dalam proses perubahan itu, kendati goals-nya meleset atau masih memerlukan waktu untuk dicapai.



(10) Perubahan selalu menakutkan dan menimbulkan kepanikan-kepanikan. Namun demikian dengan teknik-teknik dan perilaku yang baik, perubahan dapat dikelola menjadi sebuah pesta. Sebuah pesta menyenangkan dan hangat, dapat menimbulkan efek kebersamaan.







Rhenald Kasali melanjutkan, tentu saja memimpin perubahan memerlukan keberanian, termasuk keberanian menghadapi berbagai resiko. Menurutnya, terdapat beberapa hal yang dapat mengakibatkan perubahan tidak membawa hasil seperti yang diharapkan[5]:







(1) Kepemimpinan yang tidak cukup kuat. Kepemimpinan yang kuat tidak sama dengan kepemimpinan otoriter. Kepemimpinan yang kuat berarti kepemimpinan yang penuh wibawa karena bersih, ahli, dapat dipercaya dan jelas arahnya.



(2) Salah melihat reformasi. Reformasi sering hanya dianggap reorganisasi oleh para birokrat. Reorganisasi dinilai sekedar mengubah bentuk organisasi. Padahal tujuan perubahan adalah mengubah manusia, bukan hanya mengubah organisasi. Tanpa diikuti upaya mengubah kebiasaan manusianya, reorganisasi tak akan membawa perubahan apa-apa.



(3) Sabotase di tengah jalan.



(4) Komunikasi yang tidak begitu bagus.



(5) Masyarakat yang tidak cukup mendukung.



(6) Proses “Buy-In” tidak berjalan. Perubahan harus menjadi agenda seluruh komponen organisasi. Dan perubahan yang baik harus dirasa dimiliki oleh seluruh masyarakat dalam organisasi. Gagasannya boleh datang dari atas, tetapi gerakannya harus dirasa dimiliki oleh semua orang. Proses yang hanya dimiliki para pemimpin tidak akan pernah bertenaga dalam bergerak



Dalam konteks HMI, tentu saja perubahan itu tidak segera memberikan hasil, tetapi bagaimana caranya, begitu dikomunikasikan, kader-kader HMI segera menaruh harapan. Harapan itu positif, tapi bisa juga negatif. Seperti Obama yang menggambarkan bahwa masih ada harapan sembari menawarkan perubahan (hope and change) sehingga publik menaruh interest. Jadi, apabila menggunakan perspektif Rhenald Kasali di atas, tujuan perubahan adalah mengubah manusia, bukan sekedar mengubah organisasi. Tanpa diikuti upaya mengubah kebiasaan manusianya, reorganisasi tak akan membawa perubahan apa-apa. Untuk mengubah kebiasaan manusianya, dibutuhkan pemimpin berani dan mampu mempengaruhi yang lain untuk mencapai impian perubahan itu.







Kepemimpinan di HMI



Dalam konteks HMI diajarkan bahwa, di antara ragam tugas pemimpin adalah bekerja dengan tulus-ikhlas karena Allah s.w.t., berusaha mencontoh kepribadian Rasulullah s.a.w. dengan sikap siddiq, tabligh, amanah dan fatonah (STAF), mendidik anggota secara serius dan menyiapkan regenerasi, kasih sayang merata kepada seluruh anggota, merencanakan program secara tepat, menentukan tahapan strategi dan sumber dana, mengelola orang sesuai kemampuan masing-masing, membangun iklim saling percaya dan berbaik sangka, bersungguh-sungguh menyalakan cita-cita, mengukuhkan tekad serta membangkitkan harapan dalam tim. Secara sederhana, kita bisa membedakan antara pejabat, pemimpin dan manajer seperti tabel di bawah ini.





Beberapa Perbedaan antara Pejabat, Manajer dan Pemimpin



Pejabat



Manajer



Pemimpin



- Jabatan karir dalam pekerjaan



- Sandangan formal seseorang dalam institusi.



- Acuan kerja berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku.



- Pekerjaannya yang membuat keputusan dan kebijakan.



- Istilah ini sering digunakan dalam pemerintahan.



- Pekerjannya membangun lembaga formal.





- Jabatan fungsional.



- Think incrementally.



- Someone who is obeyed by people.



- Do the right things (follow the books/policy).



- Experienced, have skills of organisation, may have good technical knowledge.



- Use rational/formal methods/acuan pada fungsi manajemen.



- Istilah ini sering digunakan dalam bisnis.



- Melakukan kegiatan-kegiatan/proses produksi.









- Tampil karena pengakuan orang.



- Think radically.



- Someone who is naturally followed by people.



- Do the things right (intuition).



- Stand out by being different, seek outv the truth.



- May have no organizational skills, but his vision unites people behind him.



- May have no experience. But has bold, fresh and new ideas.



- Use passion and stirs emotion.







Ragam tugas tersebut mengandung fungsi-fungsi manajemen[6], seperti; planning, organising, actuating/directing dan controlling (POAC). Di tengah perubahan yang tak terduga terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh organisasi, yakni: (1) Organisasi harus berpikir strategis, yang tidak pernah dilakukan sebelumnya, (2) Organisasi harus menerjemahkan inputnya untuk strategi yang efektif guna menanggulangi lingkungannya yang telah berubah, (3) Organissai harus mengembangkan alasan yang diperlukan untuk meletakkan landasan bagi pemakaian dan pelaksanaan strateginya.[7]



Nah, kaitannya dengan fungsi pertama dari manajemen, seperti telah disebutkan di atas, HMI harus memiliki perencanaan strategis (strategic planning)[8] yang sederhana tapi efektif untuk membantu komponen organisasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Untuk menghasilkan perencanaan strategis tersebut dibutuhkan pemikiran strategis yang mengarah pada perspektif. “Pemikiran strategis organisasional adalah koordinasi pikiran-pikiran kreatif menjadi suatu perspektif bersama yang memungkinkan organisasi anda melangkah ke masa depan dengan suatu sikap untuk memenuhi kebutuhan semua pihak yang berkepentingan, tujuannya aalah untuk membantu mengeksploitasi tantangan-tantangan baik yang dapat diramalkan maupun yang tidak, di masa depan, bukan hanya mempersiapkan diri untuk satu kemungkinan di keesokan hari.”[9]



Apabila HMI tidak tidak mampu melakukan perencanaan visioner yang inovatif dan efektif seperti telah disampaikan di atas, maka HMI akan ketinggalan dibanding organisasi-organisasi lainnya. (Ingat, bahwa rata-rata pemimpin yang menciptakan perubahan tidak bekerja sendiri, tetapi ia memiliki keberanian yang luar biasa. Namun tanpa diikuti upaya mengubah kebiasaan manusianya, reorganisasi tak akan membawa perubahan apa-apa).







Tantangan Perubahan



Tujuan HMI adalah lima kualitas insan cita, yaitu; “terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil, makmur yang di ridhai Allah s.w.t.” Puncak tujuan HMI ini adalah terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang di ridhai Allah s.w.t. Namun, jika melihat perkembangan dunia yang semakin “sempit” karena terjadinya “borderless” yang mengakibatkan munculnya “global village”, nampaknya HMI harus mempersiapkan perencanaan strategis yang mampu membaca gejala-gejala tersebut dengan terus berpegang pada nilai-nilai ilahiyah.



Globalisasi, begitulah perubahan itu disebut yang kelak menjadi ancaman bagi HMI. Selain dampak positif, adalah dampak negatifnya sebagai tantangan HMI, karena aspek negatifnya telah menyuburkan kehidupan keagamaan dengan hubungan antar negara yang melahirkan sekte-sekte militan dengan masing-masing pemahaman yang tak ayal menimbulkan konflik. Yang paling menghawatirkan adalah munculnya kembali kelompok-kelompok militan Islam yang mengarah pada aksi teror sebagaimana terjadi akhir-akhir ini. Apakah hal ini Islami dan di ridhai Allah s.w.t.? Hal ini harus direspon dan dicarikan solusinya oleh HMI.



Selain itu, dalam konteks ekonomi global, bagaimana HMI dapat bertahan di tengah kepungan kapitalisme neo-liberal yang mensyaratkan the survival of the fittest? Atau bahkan kembali ke zaman Hobbes, bahwa hidup ini adalah homo homini lupus. Dengan kondisi ini, HMI harus mempersiapkan resources nya sedemikian rupa, sehingga mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi setiap saat. Wujudkanlah cita-cita “lima kualitas insan cita” itu!







Penutup



Akhirnya, dari beberapa hal yang telah diuraikan di atas, selain melakukan pemikiran strategis, perencanaan strategis dan manajemen yang strategis dalam menghadapi perubahan, adalah berpegang teguh kepada nilai-nilai ilahiyah seperti yang telah digariskan dalam al-Qur’an dan hadis sehingga kepemimpinan dengan perencanaan dan manajemen yang kita buat mengandung aspek-aspek perubahan yang adaptif sekaligus bernafaskan Islam. Wallahu a’lam bisshawab!

Pelantikan Pengurus HMI

Teriring salam dan do’a, semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan rahmat, taufiq dan hidayahNya kepada kita dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Amin.


Mengharap kehadiran Bapak/Ibu/Saudara/i pada acara yang insya allah akan dilaksanakan pada:


Hari/Tgl: Sabtu, 5 Pebruari 2011
Waktu : Pukul 13.00 WIB - selesai
Tempat : Aula Masjid Agung Kota Kediri
Acara : Miladiyah HMI ke-64 dan Pelantikan Pengurus HMI Cabang Kediri periode 2011-2012


Demikian surat undangan ini kami sampaikan, atas kehadirannya kami haturkan banyak terima kasih.


Profil Anas Urbaningrum

Anas Urbaningrum dikenal sebagai figur yang cerdas dan berpenampilan kalem. Walau kalem, dalam berbagai forum ia bisa galak. Kolomnis sejumlah media dan Direktur Komunitas untuk Transformasi Sosial, ini juga piawai beretorika baik lisan maupun tulisan, suatu hal yang jarang ditemukan pada orang seusianya.

Sejak SD hingga perguruan tinggi, ia selalu juara. Mahasiswa Teladan dan lulusan terbaik Universitas Airlangga ini, juga dikenal aktif berorganisasi sejak SMP. Saat sekolah di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kunir, Blitar ia tercatat sebagai Sekretaris OSIS. Lalu menjadi Pengurus OSIS SMA Negeri Srengat, Blitar. Dari OSIS, Anas melangkah lebih jauh, memimpin organisasi kemahasiswaan berskala nasional: Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Anas adalah Ketua Umum PB HMI periode 1997 1999.



Sebelum terpilih menjadi anggota KPU, Anas sempat pula berkantor di tempat yang sama tahun 1999. Sama seperti Andi Malarangeng, Putra Blitar ini juga menjadi anggota Tim Persiapan Pembentukan KPU sekaligus anggota Tim Verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu, yang dikenal pula dengan sebutan Tim Sebelas. lelaki yang sering disapa Bung Anas ini, lahir di Blitar 15 Juli 1969. Setelah selesai mengikuti studi Sarjana Ilmu Politik Universitas Airlangga, 1992, Anas melanjutkan studi Magister Sains Ilmu Politik UI, 2000. Saat ini, ia sedang mengikuti Program Doktor Ilmu Politik di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Sejumlah jabatan dipegang Anas hingga saat ini, diantaranya Ketua DPP Partai Demokrat, ketua yayasan wakaf Paramadhina hingga menjadi Pimpinan Fraksi Partai Demokrat di DPR.



Saat ditanya oleh wartawan mengenai kemungkinan menang dalam kongres yang tinggal hitungan hari itu, anas dengan santun menyatakan dirinya tetap optimis. Sebaliknya ketika ditanya mengenai tindakan yang akan diambilnya jika ia kalah dalam kongres mendatang, laki-laki yang menapak karier politiknya dari bawah itu menjawab “kalau saya kalah, saya tidak akan keluar dari Demokrat. Saya akan mendukung ketua terpilih, dan saya tidak akan keluar dari Demokrat. Demokrat adalah partai pertama dan terakhir dalam hidup saya”.

GAJI PRESIDEN RI

Oleh M Fadjroel Rachman



Kemenangan moral tertinggi seorang pemimpin adalah pengabdian tanpa pamrih. Pemimpin inspiratif dan dihormati, juga tanpa pamrih, oleh publik karena tebalnya kesetiaan kepada nilai keadilan, kesejahteraan, dan kemanusiaan.



Pengabdian dengan pamrih material, apalagi hanya untuk menguntungkan diri sendiri, keluarga, dan kelompok sendiri, menjadikan pengabdian tersebut tak bernilai apa-apa, sebuah kekuasaan tanpa keluruhan. Nah, apa yang bisa dikatakan kepada seorang presiden yang mengeluh kepada publik bahwa gajinya tidak naik-naik selama tujuh tahun di tengah lautan kemiskinan dan ketimpangan sosial yang diderita rakyatnya? Di tengah jutaan rakyat yang bahkan tidak tahu apa yang harus dimakan hari ini, apalagi jika ditanya bagaimana pendidikan, kesehatan, perumahan, ataupun pekerjaannya.



Pamrih material? Perlukah diungkapkan seorang presiden, seorang pemimpin tertinggi, pengabdi tertinggi publik. Bukankah jika tahu jabatan presiden bukan jabatan yang bisa membuat seseorang kaya raya, lebih baik tidak dipilih sejak awal. Gaji presiden memang tak besar jika dibandingkan gaji Gubernur BI yang Rp 265 juta per bulan. Namun, presiden bukan saja mendapatkan gaji, melainkan juga dana taktis serta memiliki kekayaan pribadi yang dilaporkan cukup signifikan. Gaji presiden yang diungkapkan Kementerian Keuangan (2005) total Rp 62.740.000, terdiri atas gaji pokok Rp 30.240.000 dan tunjangan jabatan Rp 32.500.000. Namun, perlu dicatat, dana operasional atau taktis untuk presiden Rp 2 miliar per bulan.

Selain itu, kekayaan pribadi Presiden Yudhoyono juga sangat signifikan dan meningkat sangat signifikan. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi periode 14 Mei 2009-23 November 2009, terdapat kenaikan Rp 5 miliar dari Rp 6.848.049.611 dan 246.389 dollar AS ke Rp 7.616.270.204 dan 269.730 dollar AS atau total dalam rupiah senilai Rp 10.178.705.204.



Kemiskinan dan ketimpangan



Apabila prestasi pemimpin diukur dari kemampuan menciptakan keadilan, kesejahteraan, dan berpihak kepada kemanusiaan, patutlah dipertimbangkan ukuran keadilan ataupun kesejahteraan berikut. Kemiskinan dan ketimpangan (sosial, kota-desa, daerah) adalah musuh utama Republik Indonesia apabila cita-cita para bapak dan ibu bangsa untuk membentuk negara kesejahteraan (welfare state), ”negara yang aktif mengelola dan mengorganisasi perekonomian, termasuk bertanggung jawab menjamin tersedianya pelayanan kesejahteraan dasar bagi warga negara” sebagai ukurannya. Kemiskinan, misalnya, kita ambil saja ukuran kemiskinan BPS (2010) pada perhitungan Maret 2010, garis kemiskinan (kota dan desa) adalah Rp 211.000 per bulan per orang, berdasarkan tingkat kebutuhan makanan dan nonmakanan, garis kemiskinan untuk desa Rp 192,354 dan kota Rp 232,938 per bulan per orang.



Nah, dengan angka standar kemiskinan (kota dan desa) Rp 211.000, ada 31,02 juta orang atau 13,33 persen (BPS, Maret 2010). Namun, jika garis kemiskinan dinaikkan menjadi pengeluaran 2 dollar AS per hari (standar Bank Dunia untuk kategori miskin; untuk kategori sangat miskin 1 dollar AS per hari), orang miskin sekitar 52 persen dari 234,2 juta populasi (2010) atau sekitar 121,7 juta orang. Apabila gaji Presiden—pemimpin para kaum miskin dan papa itu—pada 2010 dibandingkan pengeluaran per bulan 31,02 juta penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan, hasilnya 297 kali pengeluaran penduduk miskin Indonesia. Ketimpangan sosial juga tak kunjung terjembatani. Lihat laporan BPS (Income Distribution by Classification World Bank BPS 2002-2006). Untuk 20 persen pendapatan tertinggi rata-rata meraih 42 persen kue nasional (42,07 persen pada 2004;44,78 persen pada 2005), sedangkan untuk 40 persen pendapatan terendah rata-rata meraih 20 persen kue nasional (20,80 persen 2004; 18,81 persen 2005).



Ketimpangan antardaerah juga hantu yang siap meledak dan merobohkan tatanan Republik. Laporan BPS 2010 memperlihatkan, dari 10 provinsi termiskin (1. Papua Barat; 2. Papua; 3. Maluku; 4. Sulawesi Barat; 5. NTT; 6. NTB; 7. Aceh; 8. Bangka Belitung; 9. Gorontalo; 10. Sumatera Selatan), tampak Papua Barat, Papua, dan Aceh adalah provinsi sangat kaya sumber daya alam, tetapi hasilnya tak kunjung menyejahterakan mereka. Ironisnya, di Papua Barat dan Papua terdapat perusahaan multinasional PT Freeport Mc Moran di tambang tembaga terbesar di dunia, juga emas. Tidak saja Papua Barat dan Papua yang dimiskinkan, tetapi kepemilikan saham pemerintah pun cuma 9,23 persen, selebihnya milik Freeport.



Menurut majalah The Economist (2010) yang membandingkan gaji pemimpin negara di dunia dengan PDB per kapita penduduknya, ternyata gaji SBY lebih dari 27 kali lipat PDB per kapita penduduk Indonesia. Jika dihitung dengan gaji Rp 62.740.000 atau per tahun Rp 752.880.000 terhadap PDB per kapita Rp 24.261.805 (BPS 2009), lebih dari 31 kali lipat.



Presiden tanpa gaji



Sebenarnya dengan melihat jumlah kekayaan SBY sekarang dan membandingkan dengan kemiskinan puluhan juta rakyat yang dipimpinnya, SBY bukan hanya pemimpin dari kaum kaya Indonesia sekelas Aburizal Bakrie, Chairul Tanjung, Arifin Panigoro, atau raja agrobisnis terbesar Asia Martua Sitorus (Thio Seng Hap), tetapi pemimpin dari kaum miskin Indonesia juga. SBY tak perlu minta kenaikan gaji lagi, bahkan sudah seharusnya melepaskan semua gaji yang didapatkannya hingga 2014 kepada masyarakat melalui kegiatan ekonomi produktif.



SBY bisa jadi presiden tanpa gaji dalam tiga tahun ke depan, nilainya sekitar Rp 2.258.640.000, tak terlalu besar jumlahnya, tetapi akan dapat mengembalikan keluhuran kepemimpinannya yang tercoreng oleh tercerabutnya legitimasi moral pemerintahan oleh tudingan para pemimpin lintas agama sebagai ”rezim kebohongan”, juga keluhan tentang gaji yang seolah menjadikan SBY duduk di kepresidenan untuk mencari keuntungan material.



Lihatlah mantan pastor Fernando Lugo yang diangkat sebagai Presiden Paraguay yang menolak menerima gaji sebagai presiden karena solidaritasnya ke rakyat miskin Paraguay yang jumlahnya hampir 35,6 persen populasi. Dengan kekayaan pribadi lebih dari Rp 10 miliar, tentu SBY bisa menginspirasikan kembali semua pejabat publik, termasuk 8.000 pejabat publik yang akan dinaikkan gajinya serta DPR yang sibuk membuat gedung baru senilai Rp 1,3 triliun, bahwa nilai tertinggi kepemimpinan adalah mengabdi tanpa pamrih kepada publik, bukan menumpuk kekayaan. Sangat ironis seorang presiden mengeluhkan gajinya di tengah lautan kemiskinan dan ketimpangan rakyatnya sendiri yang tak pernah mengeluh. Karakter yang mengabaikan penderitaan rakyat dan juga penderitaan manusia. Menurut Mahatma Gandhi, ”Mengabaikan seorang manusia berarti mengabaikan kekuasaan Yang Mahakuasa. Yang dirugikan bukan hanya makhluk itu, melainkan seluruh dunia.”.



Sang Pelopor HMI

Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk ditingkat I yang ketika itu genap berusia 25 tahun. Tentang sosok Lafran Pane, dapat diceritakan secara garis besarnya antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

Beliau adalah anak seorang Sutan Pangurabaan Pane ???tokoh pergerakan nasional ???serba komplit??? dari Sipirok, Tapanuli Selatan-. Lafaran Pane adalah sosok yang tidak mengenal lelah dalam proses pencarian jati dirinya, dan secara kritis mencari kebenaran sejati. Lafran Pane kecil, remaja dan menjelang dewasa yang nakal, pemberontak, dan ???bukan anak sekolah yang rajin??? adalah identitas fundamental Lafran sebagai ciri paling menonjol dari Independensinya. Sebagai figur pencarai sejati, independensi Lafran terasah, terbentuk, dan sekaligus teruji, di lembaga-lembaga pendidikan yang tidak Ia lalui dengan ???Normal??? dan ???lurus??? itu (-Walau Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim terpelajar pernah juga menganyam pendidikan di Pesantren Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah-) ; pada hidup berpetualang di sepanjang jalanan kota Medan, terutama di kawasan Jalan Kesawan; pada kehidupan dengan tidur tidak menentu; pada kaki-kaki lima dan emper pertokoan; juga pada kehidupan yang Ia jalani dengan menjual karcis bioskop, menjual es lilin, dll.



Dari perjalanan hidup Lafran dapat diketahui bahwa struktur fundamental independensi diri Lafran terletak pada kesediaan dan keteguhan Dia untuk terus secara kritis mencari kebenaran sejati dengan tanpa lelah, dimana saja, kepada saja, dan kapan saja.



Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: "Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat???

INTERNALISASI NILAI-NILAI PENGKADERAN DI HMI

(INTERNALISASI NILAI-NILAI PENGKADERAN DI HMI)

Disampaikan oleh M. Maghfury

dalam KONFERCAB HMI Cab. Kediri Tahun 2010 di Kediri



Bismillaahirrahmaanirrahiim

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Nahmaduhu wa Nastagfiruhu wa Naudzubillahi min sururi anfusina wa min sayyiati a’malina mayyahdi lahu fala mudzilallah wa man yudlil fala hadziallah Asyhadu anla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah lahaula wala kuaata ila billah.

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, taufiq dan hidayah-Nya yang dilimpahkan kepada kita semua. Teriring do’a semoga kita semua senantiasa mendapatkan limpahan berkah, sehingga hati dan pikiran jernih kita selalu dibimbing petunjuk-Nya dalam mengambil setiap keputusan di forum yang mulia dan penting kali ini. Amiin.

Saudara-saudaraku sekalian yang kami hormati. Sembari melayangkan pandangan ke hadapan wajah-wajah kader-kader terbaik bangsa di mimbar ini, ijinkan terlebih dahulu kami mengambil sebuah pesan dalam Kitab Suci. Al-Qur’an mengamanatkan kepada kita, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.” (QS Al-Hujuraat : 13)

Sebagaimana pesan Qur’an diatas, kami pun berharap agar kader-kader HMI Cabang Kediri yang berkumpul di forum terhormat ini, telah saling berinteraksi, saling merajut tali persaudaraan, dan saling menyamakan persepsi serta visi guna menyongsong hari, HMI Cabang Kediri kedepan yang cemerlang.

Selanjutnya, barangkali sebagian besar di antara kita sudah cukup lelah setelah sekian hari bergulat dengan tanggung jawab masing-masing dalam organisasi. Namun demikian, kelelahan fisik kita nampaknya telah terobati ketika kita semua mengikuti tahapan pencalonan formatur HMI Cabang Kediri yang cukup strategis ini: Pemilihan Ketua Umum/Formateur. Dikatakan cukup strategis, karena figur Ketua Umum/Formateur HMI ini nanti yang akan memandu kita dalam merespon perubahan besar di HMI Cabang Kediri, dan juga dalam mempersiapkan kader-kader tangguh di kepengurusan tahun depan.

Kami pun sungguh terharu dan merasa mendapatkan kehormatan yang sangat tinggi ketika mendapatkan amanah dari kawan-kawan untuk tampil sebagai salah satu calon Ketua Umum/Formateur dalam forum yang mulia ini. Oleh karena mulianya forum ini, maka sebelum mengambil keputusan strategis bagi kepentingan HMI ke depan, kami, sekali lagi, berdo’a semoga dalam tahapan ini hati kita tetap merdeka dalam membimbing pikiran-pikiran cerdas kita.



A. Pendahuluan

1. latar belakang

MAHASISWA DAN PERUBAHAN, kalimat ini memang sudah sangat singkron dan sudah begitu melekat untuk disandingkan menjadi elemen kata yang tidak bisa di pisahkan, hal ini karena perubahan-perubahan di negara manapun di dunia telah dilakukan oleh insan yang bernama mahasiswa. Mahasiswa sebagai insan kampus yang masih idealis serta bersikap independen merupakan penentu kemajuan masa depan sebuah bangsa. Jadi, sangat pantaslah kalau mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa memikul tanggung jawab ini. Mahasiswa sering melakukan gerakan-gerakan ke arah perubahan untuk kemajuan bangsa serta keadilan bagi masyarakat2.

Begitu pula Kita sebagai kader Himpunan Mahasiswa Islam, yang sadar akan realitas sosial seharusnya lebih peka akan realitas tersebut. Kondisi HMI Cab. Kediri mengalami BANYAK KEMUNDURAN dalam satu periode ini, tentunya periode kedepan kita harus membuat desakan/dorongan yang merupakan agregat sosial dengan tahapan yang padu serta berkolaborasi untuk tujuan yang sama yang pada akhirnya dapat mempengaruhi proses membuat keputusan kebijakan, baik secara organisatoris maupun etis.

Kondisi HMI Cabang Kediri mengalami kemunduran yang sangat drastis, disbanding periode sebelum-sebelumnya. Penurunan tersebut pada bidang Intelektual, loyalitas berorganisasi, Keharmonisan kepengurusan internal Cabang, tingginya naluri politik yang tidak diakomodasi secara demokratis, kurang adanya kepedulian atas pengkaderan, supremasi AD/ART HMI yang kurang tegas dan lain sebagainya pertanyaanya, APAKAH KITA SEBAGAI KADER HMI, KHUSUSNYA HMI CABANG KEDIRI CUKUP DENGAN DIAM DAN TERMENUNG SAJA MELIHAT REALITAS SEPERTI ITU??????....................BUKAN SEPERTI ITU KADER YANG DIHARAPKAN HMI.

2. Rumusan Masalah

a. Apa yang menjadi pemicu penurunan Organisasi HMI Cab. Kediri??????....

b. Langkah Strategis apa yang harus kita lakukan sebagai anggota/ kader HMI Cab. Kediri????????....

B. Pembahasan

a. Kondisi obyektif HMI Cabang Kediri secara singkat

HMI CABANG dalam struktur kepemimpinan di HMI adalah dibawah PB HMI dan di atas HMI KOMISARIAT3 secara organisatoris, HMI Cabang sebagai pemegang kendali HMI komisariat yang nota bene “SEBAGAI UJUNG TOMBAK PENGKADERAN” kalaupuntoh kondisi HMI Cabang Kediri masih seperti ini APA KATA DUNIA??? lebih parah lagi APA KATA KOMISARIAT???

Kondisi secara obyektif4 HMI Cabang kediri dapat dibagi menjadi dua, yaitu kondisi Internal organisasi dan kondisi eksternal organisasi.

1. Kondisi Internal

Penurunan Intelektual.

Tidak membangun budaya semangat berorganisasi

Keringnya akan wawasan ke Islaman

Pengkaderan Formal saja, yang menjadi tolok ukur keberhasilan.

Loyalitas kepengurusan yng masih dipertanyakan

Dominasi naluri politik yang berlebihan.

Kepentingan Pribadi kader mengalahkan kepentingan bersama dalam berorganisasi.

Demensi religiusitas yang kurang di tekankan.

Tata administrasi yang tidak jelas.

Supremasi AD/ART yang kurang tegas.

Kurangnya pengkaderan non formal.

Tidak memediasi jiwa-jiwa INTERPRENEUR kader

Kurangnya pemahaman akan menegemen konflik, yang menganggap konflik adalah hal yang negative.5

2. Kondisi Eksternal

Kurang harmonisnya hubungan HMI Cabang Kediri dengan Birokrasi Pemerintahan kabupaten dan kota kediri.

Imet negatif HMI Cabang Kediri yang terexspos pada organisasi lain.

Hubungan dengan donatur organisasi, baik partisipan, Instansi, Pemerintahan, dan Juga KAHMI yang kurang baik.

Dalam Momen Pesta Demokrasi PB HMI, tidak dapat menjaga nama baik institusi HMI Cabang Kediri dengan baik. Akan tetapi terkalahkan oleh kepuasan Pribadi ansih.

Lebih mengedepankan sifat premordialisme ansih, yang menyuburkan kelompok-kelompok, sekte-sekte yang mengganggu keharmonisan organisasi.6

b. Perubahan secara langkah strategis yang harus dicapai

SKEMA KESELARASAN SOSIAL yang dibangun sedemikian jauh masih tergantung dalam RUANG VAKUM. Langkah berikutnya haruslah menyediakan suasana yang lebih luas. Keselarasan (Harmoni) sosial harus diletakkan dalam lingkungan. Ada dua Lingkungan. Pertama, lebih intuitif yakni lingkungan alam, yang kedua Kurang intuitif yakni Kesadaran.7

Baiklah, kami akan langsung ke inti persoalan tentang agenda-agenda strategis bagi upaya pembaharuan di tubuh HMI Cabang Kediri. Pada garis besarnya pokok pikiran ini terbagi ke dalam enam hal.

1. Peningkatan Visi Intelektual.

Upaya untuk membangkitkan kembali kekuatan intelektual dari kader-kader HMI hukumnya fardhu. HMI harus semakin menyadari bahwa dinamika intelektual dari organisasi-organisasi lain semakin berkembang, sementara sebaliknya justru HMI semakin meredup. HMI yang dulu senantiasa berada di garda depan dalam perkembangan wacana pemikiran, dituntut untuk melanjutkan prestasi sejarah tersebut.

Upaya untuk membangkitkan kembali kekuatan intelektual ini membutuhkan beberapa hal. Pertama, lingkungan yang kondusif, berupa kebijakan organisasi dan komitmen para pemimpin organisasi di berbagai tingkatan.8 Kedua, menyediakan ruang organisasi sebagai sarana bagi debat pemikiran, seperti jurnal ilmiah, tetapi harus diwujudkan sebagai ruang dialektika gagasan bagi kader-kader HMI Cabang Kediri. Ketiga, membentuk institusi penyangga berupa grub studi/study club, berikut pembimbing atau konsultannya. Grup studi terbatas ini juga merupakan lahan dan persemaian para intelektual baru di HMI Cabang Kediri. Karena penajaman kapasitas akademis intelektual itu dapat dilakukan dengan tiga hal, yakni membaca, menulis dan berdebat (diskusi). Sementara bentuk-bentuk praksis dari komitmen intelektual, yakni sikap-sikap respon harus ditajamkan dengan institusi penyangga yang bersifat advokasi. Kader-kader HMI harus semakin banyak dikenalkan dan disentuhkan dengan masalah-masalah kemasyarakatan, sehingga intelektual HMI bukan intelektual buku atau teori, tetapi juga diterjemahkan ke dalam upaya-upaya kongkrit di masyarakat.

Dengan demikian, perkembangan wacana pemikiran yang belakangan ini sangat intensif, minimal dapat diikuti oleh HMI Cabang Kediri. Bahkan kalau memungkinkan HMI Cabang Kediri justru harus mampu menjadi konduktor bagi orkestra perkembangan wacana-wacana baru, Karena dengan jalan ini, upaya untuk menyuarakan ide Progresif akan dapat diejawantahkan. Selain itu, ketajaman dan penguasaan wacana pemikiran itu dapat diterjemahkan menjadi kritis yang konstruktif.

2. Peningkatan Kualitas Perkaderan.

Perkaderan HMI Cabang Kediri di masa datang harus benar-benar berkualitas. Dalam bahasa yang cukup menggugah, yakni bagaimana kita senantiasa “MENGEMBANGKAN PERKADERAN, DAN MEMBANGUN PERADABAN.” Kualitas perkaderan itu sangat ditentukan oleh kemampuan kita untuk menjauhkan diri dari formalism perkaderan. Karena  perkaderan formalisme akan menggiring dinamika perkaderan HMI sekedar menjadi pertrainingan. Bagi HMI, sekedar pertrainingan adalah reduksi yang sangat berbahaya bagi totalitas perkaderan HMI yang sesungguhnya.

Perkaderan formal penting sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan administratif-struktural yang bersifat formal, serta kerangka-kerangka dasar yang harus dikembangkan lebih lanjut. Sementara perkaderan non-formal dan informal adalah medan yang lebih luas untuk proses penempaan kualitas kader-kader. Intelektualitas, profesionalitas, loyalitas, religiusitas dan integritas para kader diasah lebih tajam dalam perkaderan yang non-formal dan informal, seperti up-grading, follow up, diskusi, seminar, riset dan sebagainya.

Agenda lainnya adalah meningkatnya kuantitas dan kualitas pelaksanaan LK I, dan LK II, sehingga produk dari rekruitmen dapat terserap dan dikembangkan kualitasnya secara maksimal.

Dalam rangka peningkatan kualitas perkaderan (formal), maka pemahaman segenap pelaku training terhadap pedoman perkaderan perlu ditingkatkan. Selain itu, kualitas instruktur dan pengelola training wajib diperhatikan, misalnya dengan memperbanyak pelaksanaan Sekolah Pengelola Latihan dan Sekolah Instruktur.

3. Modernisasi Organisasi.

Upaya modernisasi organisasi harus menjadi perhatian yang serius. Dimensi-dimensinya bukan hanya semata struktural, tetapi juga kultural.

Beberapa hal yang harus mendapatkan perhatian adalah: Pertama, mendorong keluarga besar pengurus HMI Cabang kediri untuk membangun dan meramaikan sekretariat. Dalam hal ini HMI Cabang kediri harus memainkan peran sebagai fasilitator dan motivator bagi HMI Koms. Lingkup Cabang Kediri. Kedua, menumbuhkan kultur dan semangat dalam organisasi. Ketiga, menguatkan kultur taat asas, dengan peningkatan pemahaman dan loyalitas pada aturan main atau mekanisme organisasi. Keempat, meningkatkan kualitas interaksi dan komunikasi, baik secara vertikal maupun horizontal. Selain forum-forum resmi organisasi, perlu diperbanyak forum-forum kecil yang bemanfaat. Kelima, dengan menerbitkan media komunikasi berupa buletin aktifitas. Ini penting bagi sosialisasi kebijakan-kebijakan organisasi secara lebih merata sekaligus bermanfaat untuk membangun kesamaan visi organisasi, baik berkaitan dengan persoalan-persoalan ekstern maupun intern organisasi.

4. Peningkatan Kualitas Keislaman.

Umumnya dalam dalam perbincangan-perbincangan umum tentang Islam apalagi dalam pembahasan bidang-bidang khusus seperti hukum dan pendidikan Islam, Indonesia sangat diabaikan, walaupun negeri ini negeri muslim yang paling banyak pendudukanya. Ini disebabkan adanya kesan umum bahwa Indonesia adalah kawasan umum yang berada “di luar arus pemikiran intelektual”. Namun di masa-masa akhir ini telah terjadi kegiatan intelektual Islam tingkat tinggi di Indonesia. Kebangkitan Nahdlotul Ulama’ dan Muhammadiyah kelompok konservatif dan progresif dalam Islam di Indonesia. Tetapi dengan tibanya masa kemerdekaan, mulailah tahap baru yang khusus dan sangat dinamis di Indonesia, tidak hanya dalam lapangan politik tetapi juga pendidikan Islam9.

HMI adalah diantara salah satu media pendidikan Islam, Komitmen HMI pada Islam sebagai ajaran dan umat Islam sebagai entitas musti benar-benar berupaya diwujudkan. Hal ini bisa dilakukan dengan beberapa hal yakni: Pertama, melanjutkan upaya pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia. Ini hanya mungkin apabila HMI membangkitkan kembali wacana-wacana keislaman. HMI harus semakin mampu memainkan perannya untuk memproduksi gagasan-gagasan baru tentang Islam yang rasional, modern dan inklusif. Kedua, dengan senantiasa memperjelas identitas empiris ditengah-tengah dunia kemahasiswaan. Hal ini penting untuk menangkis gejala yang mulai berkembang di beberapa kampus-kampus Kecenderungan itu muncul karena HMI dikesan sebagai kurang jelas identitas keislamannya. Ketiga, memperkuat ruh spiritualitas dalam dinamika organisasi untuk mengimbangi perkembangan rasionalitas yang kadangkala terlalu maju. Artinya, harus ditegaskan bahwa kualitas seorang kader, salah satunya, diukur dari dimensi-dimensi spiritualitasnya.

5. Penguatan Basis HMI di Kampus.

HMI dituntut untuk menterjemahkan komitmen kemahasiswaannya secara sungguh-sungguh. Dalam kerangka itu dibutuhkan reorientasi aktivitas yang diarah-orientasikan untuk mengakomodasi aspirasi, kepentingan, dan  kebutuhan mahasiswa. Hal ini penting bagi upaya memperkuat kembali basis HMI di kampus. Semangat HMI sebagai second campus akan terwujud apabila secara empiris, aktivitas-aktivitas HMI benar-benar bersifat bias di terima dengan dunia kampus.

Dalam rangka itu, maka komisariat sebagai ujung tombak HMI di kampus harus mendapatkan perhatian yang serius, sehingga kemampuannya untuk menjadi representasi HMI benar-benar mewujud. Komisariat harus mampu merumuskan aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan kegiatan kampus yang akan menyentuhkan dinamika komisariat dan dinamika riil kehidupan kemahasiswaan.

Dalam rangka mendinamisir kehidupan kampus, maka HMI musti mendorong dan menyuarakan pentingnya kehadiran organisasi ekstra di kampus. Kehadiran organisasi ekstra sangat dibutuhkan untuk membangun dinamika kemahasiswaan yang sehat, sehingga akan lahir tokoh-tokoh mahasiswa. Setidaknya, tokoh mahasiswa harus mempunyai lima kualitas, yakni kedalaman ideologis, wawasan politis, kemampuan komunikasi sosial dan kemampuan membangun solidaritas sosial didalam realitas kampus yang majemuk.

6. Pengembangan Visi Kewirausahaan.

Bagi HMI, entrepreneurship termasuk orientasi baru, tetapi mesti mendapatkan perhatian perhatian yang sungguh-sungguh. Bukan saja karena merupakan salah satu terjemahan kongkrit dari semangat profesionalitas, tetapi juga akan memberikan kontribusi yang strategis bagi kepentingan umat dan bangsa di masa depan. Umat boleh kuat secara politik dan intelektual. Tetapi kalau secara ekonomi masih marginal, maka upaya kekuatan umat Islam akan mendapat hambatan yang sangat berarti. Untuk itu, sangat mendesak dilahirkannya generasi muda muslim yang bergerak menjadi entrepreneur. Orientasi pada kewirausahaan ini, pada jangka menengah akan mengarah pada pembentukan kelas menengah (middle  class) ekonomi, yang akan menjadi pilar bagi kekuatan ekonomi umat. Hal ini juga sekaligus akan memperkuat posisi ekonomi bangsa dalam dinamika internasional yang semakin kompetitif. Hal demikian, secara internal juga bermanfaat untuk mengurangi dominasi orientasi politik.

Penguatan visi kewirausahaan ini juga musti disambut dengan upaya-upya yang lebih kongkrit, seperti membuka akses kepada pelaku-pelaku ekonomi yang sudah mapan, akses modal, dan sebagainya.Tugas untuk itu tidak akan maksimal kalau hanya dilakukan secara personal, sehingga dibutuhkan upaya-upaya yang lebih sistematis secara institusional.

Dalam kaitan itu, maka KPP di HMI Cabang Kediri harus dikuatkan eksistensinya. Tetapi pengembangan KPP harus dilakukan dengan spesifikasi, sesuai dengan kondisi lokalitas. Sebuah Cabang HMI sebaiknya memilih satu jenis wira usaha yang paling mungkin dikembangkan.

Demikianlah usaha untuk menginternalisasikan nilai-nilai pengkaderan dalam HMI, yang merupakan terjemahan dan keyakinan dan visi bagi pengembangan HMI Cabang Kediri ke depan.

Sejarah HMI

Kalau ditinjau secara umum ada 4 (empat) permasalahan yang menjadi latar belakang sejarah berdirinya HMI.

Situasi Dunia Internasional.



Berbagai argumen telah diungkapkan sebab-sebab kemunduran ummat Islam. Tetapi hanya satu hal yang mendekati kebenaran, yaitu bahwa kemunduran ummat Islam diawali dengan kemunduran berpikir, bahkan sama sekali menutup kesempatan untuk berpikir. Yang jelas ketika ummat Islam terlena dengan kebesaran dan keagungan masa lalu maka pada saat itu pula kemunduran menghinggapi kita.

Akibat dari keterbelakangan ummat Islam , maka munculah gerakan untuk menentang keterbatasan seseorang melaksanakan ajaran Islam secara benar dan utuh. Gerakan ini disebut Gerakan Pembaharuan. Gerakan Pembaharuan ini ingin mengembalikan ajaran Islam kepada ajaran yang totalitas, dimana disadari oleh kelompok ini, bahwa Islam bukan hanya terbatas kepada hal-hal yang sakral saja, melainkan juga merupakan pola kehidupan manusia secara keseluruhan. Untuk itu sasaran Gerakan Pembaharuan atau reformasi adalah ingin mengembalikan ajaran Islam kepada proporsi yang sebenarnya, yang berpedoman kepada Al Qur’an dan Hadist Rassullulah SAW.

Dengan timbulnya ide pembaharuan itu, maka Gerakan Pem-baharuan di dunia Islam bermunculan, seperti di Turki (1720), Mesir (1807). Begitu juga penganjurnya seperti Rifaah Badawi Ath Tahtawi (1801-1873), Muhammad Abduh (1849-1905), Muhammad Ibnu Abdul Wahab (Wahabisme) di Saudi Arabia (1703-1787), Sayyid Ahmad Khan di India (1817-1898), Muhammad Iqbal di Pakistan (1876-1938) dan lain-lain.



Situasi NKRI



Tahun 1596 Cornrlis de Houtman mendarat di Banten. Maka sejak itu pulalah Indonesia dijajah Belanda. Imprealisme Barat selama ± 350 tahun membawa paling tidak 3 (tiga) hal :

• Penjajahan itu sendiri dengan segala bentuk implikasinya.

• Missi dan Zending agama Kristiani.

• Peradaban Barat dengan ciri sekulerisme dan liberalisme.

Setelah melalui perjuangan secara terus menerus dan atas rahmat Allah SWT maka pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta Sang Dwi Tunggal Proklamasi atas nama bangsa Indonesia mengumandangkan kemerdekaannya.

Kondisi Mikrobiologis Ummat Islam di Indonesia

Kondisi ummat Islam sebelum berdirinya HMI dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) golongan, yaitu : Pertama : Sebagian besar yang melakukan ajaran Islam itu hanya sebagai kewajiban yang diadatkan seperti dalam upacara perkawinan, kematian serta kelahiran. Kedua : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang mengenal dan mempraktekkan ajaran Islam sesuai yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketiga : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang terpengaruh oleh mistikisme yang menyebabkan mereka berpendirian bahwa hidup ini adalah untuk kepentingan akhirat saja. Keempat : Golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman, selaras dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam itu benar-benar dapat dipraktekkan dalam masyarakat Indonesia.

Kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia Kemahasiswaan



Ada dua faktor yang sangat dominan yang mewarnai Perguruan Tinggi (PT) dan dunia kemahasiswaan sebelum HMI berdiri. Pertama: sisitem yang diterapkan dalam dunia pendidikan umumnya dan PT khususnya adalah sistem pendidikan barat, yang mengarah kepada sekulerisme yang “mendangkalkan agama disetiap aspek kehidupan manusia”. Kedua : adanya Perserikatan MAHASISWA Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di Surakarta dimana kedua organisasi ini dibawah pengaruh Komunis. Bergabungnya dua faham ini (Sekuler dan Komunis), melanda dunia PT dan Kemahsiswaan, menyebabkan timbulnya “Krisis Keseimbangan” yang sangat tajam, yakni tidak adanya keselarasan antara akal dan kalbu, jasmani dan rohani, serta pemenuhan antara kebutuhan dunia dan akhirat.



LATAR BELAKANG PEMIKIRAN



Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk ditingkat I yang ketika itu genap berusia 25 tahun. Tentang sosok Lafran Pane, dapat diceritakan secara garis besarnya antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Beliau adalah anak seorang Sutan Pangurabaan Pane –tokoh pergerakan nasional “serba komplit” dari Sipirok, Tapanuli Selatan-. Lafaran Pane adalah sosok yang tidak mengenal lelah dalam proses pencarian jati dirinya, dan secara kritis mencari kebenaran sejati. Lafran Pane kecil, remaja dan menjelang dewasa yang nakal, pemberontak, dan “bukan anak sekolah yang rajin” adalah identitas fundamental Lafran sebagai ciri paling menonjol dari Independensinya. Sebagai figur pencarai sejati, independensi Lafran terasah, terbentuk, dan sekaligus teruji, di lembaga-lembaga pendidikan yang tidak Ia lalui dengan “Normal” dan “lurus” itu (-Walau Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim terpelajar pernah juga menganyam pendidikan di Pesantren Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah-) ; pada hidup berpetualang di sepanjang jalanan kota Medan, terutama di kawasan Jalan Kesawan; pada kehidupan dengan tidur tidak menentu; pada kaki-kaki lima dan emper pertokoan; juga pada kehidupan yang Ia jalani dengan menjual karcis bioskop, menjual es lilin, dll.

Dari perjalanan hidup Lafran dapat diketahui bahwa struktur fundamental independensi diri Lafran terletak pada kesediaan dan keteguhan Dia untuk terus secara kritis mencari kebenaran sejati dengan tanpa lelah, dimana saja, kepada saja, dan kapan saja.

Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: “Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat”



Namun demikian, secara keseluruhan Latar Belakang Munculnya Pemikiran dan Berdirinya HMI dapat dipaparkan secara garis besar karena faktor, sebagai berikut :

1. Penjajahan Belanda atas Indonesia dan Tuntutan Perang Kemerdekaan

 Aspek Politik : Indonesia menjadi objek jajahan Belanda

 Aspek Pemerintahan : Indonesia berada di bawah pemerintahan kerajaan Belanda

 Aspek Hukum : Hukum berlaku diskriminatif

 Aspek pendidikan : Proses pendidikan sangat dikendalikan oleh Belanda.

- Ordonansi guru

- Ordonansi sekolah liar

 Aspek ekonomi : Bangsa Indonesia berada dalam kondisi ekonomi lemah

 Aspek kebudayaan : masuk dan berkembangnya kebudayaan yang bertentangan dengan kepribadian Bangsa Indonesia

 Aspek Hubungan keagamaan : Masuk dan berkembagnya Agama Kristen di Indonesia, dan Umat Islam mengalami kemunduran

2. Adanya Kesenjangan dan kejumudan umat dalam pengetahuan, pemahaman, dan pengamalan ajaran islam

3. Kebutuhan akan pemahaman dan penghayatan Keagamaan

4. Munculnya polarisasi politik

5. Berkembangnya fajam dan Ajaran komunis

6. Kedudukan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis

7. Kemajemukan Bangsa Indonesia

8. tuntutan Modernisasi dan tantangan masa depan



Peristiwa Bersejarah 5 Februari 1947

Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan yang berakhir dengan kegagalan. Lafran Pane mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan secara mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika itu hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain mengatakan “Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan”

Lafran Pane mendirikan HMI bersama 14 orang mahasiswa STI lannya, tanpa campur tangan pihak luar.

Pada awal pembentukkannya HMI bertujuan diantaranya antara lain:

1. Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.

2. Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.

Sementara tokoh-tokoh pemula / pendiri HMI antara lain :

1. Lafran Pane (Yogya),

2. Karnoto Zarkasyi (Ambarawa),

3. Dahlan Husein (Palembang),

4. Siti Zainah (istri Dahlan Husein-Palembang)

5. Maisaroh Hilal (Cucu KH.A.Dahlan-Singapura),

6. Soewali (Jember),

7. Yusdi Ghozali (Juga pendiri PII-Semarang),

8. Mansyur,

9. M. Anwar (Malang),

10. Hasan Basri (Surakarta),

11. Marwan (Bengkulu),

12. Zulkarnaen (Bengkulu),

13. Tayeb Razak (Jakarta),

14. Toha Mashudi (Malang),

15. Bidron Hadi (Yogyakarta).

Faktor Pendukung Berdirinya HMI

1. Posisi dan arti kota Yogyakarta

a. Yogyakarta sebagai Ibukota NKRI dan Kota Perjuangan

b. Pusat Gerakan Islam

c. Kota Universitas/ Kota Pelajar

d. Pusat Kebudayaan

e. Terletak di Central of Java

2. Kebutuhan Penghayatan dan Keagamaan Mahasiswa

3. Adanya tuntutan perang kemerdekaan bangsa Indonesia

4. Adanya STI (Sekolah Tinggi Islam), BPT (Balai Perguruan Tinggi)

5. Gajah Mada, STT (Sekolah Tinggi Teknik).

6. Adanya dukungan Presiden STI Prof. Abdul Kahar Muzakir

7. Ummat Islam Indonesia mayoritas



Faktor Penghambat Berdirinya HMI

Munculnya reaksi-reaksi dari :

1. Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY)

2. Gerakan Pemuda Islam (GPII)

3. Pelajar Islam Indonesia (PII)



FASE-FASE PERKEMBANGAN SEJARAH HMI



1. Fase Konsolidasi Spiritual (1946-1947)

Sudah diterangkan diatas

2. Fase Pengokohan (5 Februari 1947 – 30 November 1947)

Selama lebih kurang 9 (sembilan) bulan, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI barulah berakhir. Masa sembilan bulan itu dipergunakan untuk menjawab berbagai reaksi dan tantangan yang datang silih berganti, yang kesemuanya itu semakin mengokohkan eksistensi HMI sehingga dapat berdiri tegak dan kokoh.



3. Fase Perjuangan Bersenjata (1947 – 1949)

Seiring dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun kegelanggang pertempuran melawan agresi yang dilakukan oleh Belanda, membantu Pemerintah, baik langsung memegang senjata bedil dan bambu runcing, sebagai staff, penerangan, penghubung. Untuk menghadapi pemberontakkan PKI di Madiun 18 September 1948, Ketua PPMI/ Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM), dengan Komandan Hartono dan wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu Pemerintah menumpas pemberontakkan PKI di Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke gunung-gunung, memperkuat aparat pemerintah. Sejak itulah dendam kesumat PKI terhadap HMI tertanam. Dendam disertai benci itu nampak sangat menonjol pada tahun \’64-\’65, disaat-saat menjelang meletusnya G30S/PKI.



4. Fase Pertumbuhan dan Perkembangan HMI (1950-1963)

Selama para kader HMI banyak yang terjun ke gelanggang pertempuran melawan pihak-pihak agresor, selama itu pula pembinaan organisasi terabaikan. Namun hal itu dilakukan secara sadar, karena itu semua untuk merealisir tujuan dari HMI sendiri, serta dwi tugasnya yakni tugas Agama dan tugas Bangsa. Maka dengan adanya penyerahan kedaulatan Rakyat tanggal 27 Desember 1949, mahasiswa yang berniat untuk melanjutkan kuliahnya bermunculan di Yogyakarta. Sejak tahun 1950 dilaksankanlah tugas-tugas konsolidasi internal organisasi. Disadari bahwa konsolidasi organisasi adalah masalah besar sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta.



5. Fase Tantangan (1964 – 1965)

Dendam sejarah PKI kepada HMI merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi HMI. Setelah agitasi-agitasinya berhasil membubarkan Masyumi dan GPII, PKI menganggap HMI adalah kekuatan ketiga ummat Islam. Begitu bersemangatnya PKI dan simpatisannya dalam membubarkan HMI, terlihat dalam segala aksi-aksinya, Mulai dari hasutan, fitnah, propaganda hingga aksi-aksi riil berupa penculikan, dsb.



Usaha-usaha yang gigih dari kaum komunis dalam membubarkan HMI ternyata tidak menjadi kenyataan, dan sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa yang kontra revolusi, PKI dengan puncak aksi pada tanggal 30 September 1965 telah membuatnya sebagai salah satu organisasi terlarang.



6. Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru (1966 – 1968)

HMI sebagai sumber insani bangsa turut mempelopori tegaknya Orde Baru untuk menghapuskan orde lama yang sarat dengan ketotaliterannya. Usaha-usaha itu tampak antara lain HMI melalui Wakil Ketua PB Mari\’ie Muhammad memprakasai Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) 25 Oktober 1965 yang bertugas antara lain : 1) Mengamankan Pancasila. 2) Memperkuat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan Gestapu/ PKI sampai ke akar-akarnya. Masa aksi KAMI yang pertama berupa Rapat Umum dilaksanakan tanggal 3 Nopember 1965 di halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba Jakarta, dimana barisan HMI menunjukan superioitasnya dengan massanya yang terbesar. Puncak aksi KAMI terjadi pada tanggal 10 Januari 1966 yang mengumandangkan tuntutan rakyat dalam bentuk Tritura yang terkenal itu. Tuntutan tersebut ternyata mendapat perlakuan yang represif dari aparat keamanan sehingga tidak sedikit dari pihak mahasiswa menjadi korban. Diantaranya antara lain : Arif rahman Hakim, Zubaidah di Jakarta, Aris Munandar, Margono yang gugur di Yogyakarta, Hasannudin di Banjarmasin, Muhammad Syarif al-Kadri di Makasar, kesemuanya merupakan pahlawan-pahlawan ampera yang berjuang tanpa pamrih dan semata-mata demi kemaslahatan ummat serta keselamatan bangsa serta negara. Akhirnya puncak tututan tersebut berbuah hasil yang diharap-harapkan dengan keluarnya Supersemar sebagai tonggak sejarah berdirinya Orde Baru.



7. Fase Pembangunan (1969 – 1970)

Setelah Orde Baru mantap, Pancasila dilaksanakan secara murni serta konsekuen (meski hal ini perlu kajian lagi secara mendalam), maka sejak tanggal 1 April 1969 dimulailah Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). HMI pun sesuai dengan 5 aspek pemikirannya turut pula memberikan sumbangan serta partisipasinya dalam era awal pembagunan. Bentuk-bentuk partisipasi HMI baik anggotanya maupun yang telah menjadi alumni meliputi diantaranya :

1) Partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan dilaksanakannya pembangunan,

2) Partisipasi dalam pemberian konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikiran

3) Partisipasi dalam bentuk pelaksana langsung dari pembangunan.



8. Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970 – 1998 )

Suatu ciri khas yang dibina oleh HMI, diantaranya adalah kebebasan berpikir dikalangan anggotanya, karena pada hakikatnya timbulnya pembaharuan karena adanya pemikiran yang bersifat dinamis dari masing-masing individu.

Disebutkan bahwa fase pergolakan pemikiran ini muncul pada tahun 1970, tetapi geja-gejalanya telah nampak pada tahun 1968. Namun klimaksnya memang terjadi pada tahun 1970 dimana secara relatif masalah-masalah intern organisasi yang rutin telah terselesaikan. Sementara dilain sisi persoalan ekstern muncul menghadang dengan segudang problema.

Pada tahun 1970 Nurcholis Madjid menyampaikan ide pembaharuan dengan topic keharusan pembaharuan didalam pemikiran Islam dan masalah integritas umat. Sebagai konsekuensinya di HMI timbul pergolakan pemikiran dalam berbagai substansi permasalahan yang. Perbedaan pendapat dan penafsiran menjadi dinamika di dalam menginterpretasikan dinamika persoalan kebangsaan dan keumatan. Hal ini misalnya dalam dialektika dan perbincangan seputar Negara dan Islam, konsep Negara Islam, persoalan Islam Kaffah sampai pada penyesuaian dasar HMI dari Islam menjadi Pancasila sebagai bentuk ijtihad organisasi didalam mempertahankan cita-cita jangka panjang keummatan dan kebangsaan.

9. Fase Reformasi

Secara histories sejak tahun 1995 HMI mulai melaksanakan gerakan reformasi dengan menyampaikan pandangan, gagasan dan kritik terhadap pemerintahan. Sesuai dengan kebijakan PB HMI bahwa HMI tidak akan melakukan tindakan-tindakan inkonstitusional dan konfrontatif. Gerakan koreksi pemerintahanpertama disampaikan pada jaman konggres XX HMI di Istana Negara tanggal 21 Januari 1995. kemudian peringatan MILAD HMI Ke 50 Saudara Ketua Umum Taufiq Hidayat menegaskan dan menjawab kritik-kritik yang menyebutkan bahwa HMI terlalu dekat dengan kekuasaan. Bagi HMI kekuasaan bukanlah wilayah yang haram. Tetapi adalah wilayah pencermatan dan kekritisan terhadap pemerintahan. Kemudian dalam penyampaian Anas Urbaningrun pada MILAD HMI ke 51 di Graha Insan Cita Depok tanggal 22 Pebruari 1998 dengan judul “Urgensi Reformasi bagi Pembangunan Bangsa Yang Bermartabat”.



MASA DEPAN HMI TANTANGAN DAN PELUANG

Kritik terhadap HMI datang dari dalam dan dari luar HMI. Kritik ini sangat positif karena dengan demikian HMI akam mengetahui kekurangan dan kelebihan organisasi. Sehingga kedepan kita mampu memperbaiki dan menentukan sikap dan kebijakan yang sesuai dengan keadaan jaman.

Dari masa kemasa, beberapa persoalan yang dihadapkan pada HMI tentang kritik independensi HMI, kedekatan dengan militer, sikap HMI terhadap komunisme, tuntutan Negara Islam, dukungan terhadap rehabilitasi masyumi, penerimaan azas tunggal Pancasila, adaptasi rasionalitas pemikiran, dan lain-lain yang memberikan penilaian kemunduran terhadap HMI, Yahya Muhaimin dalam konggres HMI ke XX mengemukakan konsep tentang revitalisasi, reaktualisasi, refungsionalisasi, dan restrukturisasi organisasi. Anas Urbaningrum menjawabnya dengan pemberian wacana politik etis HMI. Yakni dengan langkah : Peningkatan visi HMI, intelektualisasi, penguasaan basis dan modernisasi organisasi.

Untuk pencapaian tujuan HMI perlu dipersiapkan kondisi yang tepat sebagai modal untuk merekayasa masa depan sesuai dengan 5 kualitas insan cita HMI. Tantangan yang dihadapi HMI dan masa depan bangsa Indonesia sangat komplek. Tetapi justeru akan menjadi peluang yang sangat baik untuk memperjuangkan cita-cita HMI sampai mencapai tujuan.



PENUTUP



Dengan mengetahui sejarah masa lampau dapat diketahui kebesaran dan semangat juang HMI. Hal tersebut merupakan tonggak bagi HMI untuk meneruskan perjuangan para pendahulunya pada masa kini dan menuju hari esok yang lebih baik. Mempelajari HMI tidak hanya cukup dengan mengikuti training formal. Mempelajari dan menghayati HMI harus dilakukan secara terus menerus tanpa batas kapan dan dimanapun. Dengan cara seperti itulah pemahaman dan penghayatan akan nilai-nilai HMI dapat dilakukan secata utuh dan benar.

Yakin usaha sampai bahagia hmi.