G a l e r i

Pelantikan Pengurus HMI Cabang Kediri periode 2011-2012

G a l e r i

Raker Pengurs di Air Terjun Sedudo Nganjuk

G a l e r i

Wisuda Penguus HMI Cabang Kediri periode 2011-2012

G a l e r i

Kajian Rutin bersama alumni HMI

G a l e r i

Audiensi Pengurus HMI bersama Bupati Kediri

G a l e r i

Aksi Peringatan Hari Pancasila di gedung DPRD Kota Kediri

G a l e r i

Training of Trainers (TOT) NDP HMI Cabang kediri

G a l e r i

Kongres PB HMI XII Depok

G a l e r i

KONFERCAB XXX HMI Cabang Kediri

TKI dan Kekerasannya

Keadaan bangsa yang akhir-akhir ini menuai banyak sekali problema baik dari segi politis maupun ekonomis setidaknya kita harus memberikan solusi praktis dengan keadaan ini sebagai bangsa yang mempunyai sumber daya alam yang sangat tinggi kita melihat bahwa hasil ini tidak digunakan sebagaimana mestinya beberapa rakyat sendiri mengalami pergeseran pasar dengan orang asing begitupula politik yang diwarnai dengan korupsi yang sudah mendarah daging di para kaum birokrat imbasnya bangsa ini selalu stagnan dan tidak ada perubahan
Apakah Tidak malu jika negeri yang kaya akan sumber daya alamnya dan budayanya ini akan menjadi bahan lelucon orang asing dan lama-lama akan terkikis oleh pihak asing kalau ini terjadi tidak mungkin bangsa ini akan selalu menjadi jongos para orang asing, sosok pahlawan tenaga kerja Indonesia yang memberikan sumbangsih tinggi pada negeri harus rela mengalami penderitaan yang sangat berat sampai harus mengorbankan nyawa demi mencari kehidupan yang layak kenapa mereka lebih diterima di luar sana sedangkan didalam negeri sendiri tidak??apakah memang tenaga kita dikirim disana untuk dianiaya??jika pemerintah mampu memberikan peluang kerja, hal yang sering terjadi terhadap rakyat kita pasti tidak seperti ini.!nasi sudah menjadi bubur itulah yang diungkapkan jika setelah tenaga kita menjadi korban kekerasan oleh majikannya tersebut tanpa ada tindakan.!
Kita tidak pernah berfikir kenapa tidak orang asing disana yang menjadi tenaga kerja di negeri kita?coba kita lihat apa kendalanya?”Korupsi masih ada dan Ekonomi sangat susah” tidak mudah merubah tradisi yang menjadi warisan bangsa sedikit mengungkap pada perjuangan mahasiswa pada era reformasi dulu mempunyai visi untuk perubahan!bukan hanya pemerintahannya yang mengalami perubahan dan berjalan kedepan.

Optimis dan yakin bahwa kita mampu dengan didorong usaha-usaha.!rakyat kecil tidak mungkin dapat merubah bangsa ini lebih baik kecuali mereka yang duduk di pemerintahan karena tidak ada kekuasaan untuk itu.!jika dimungkinkan bagi rakyat kecil untuk merubah bangsa ini haruslah diimbangi dengan intelektual yang tinggi sedangkan mereka tidak punya itu dan hanya bergantung kepada pemerintahan yang menjadi wakinya. (Penulis adalah kader HMI Cabang Kediri)



KOTA KEDIRI

Kota Kediri adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota Kediri dengan luas wilayah 63,40 Km2 terbelah sungai Brantas yang membujur dari Selatan ke Utara sepanjang 7 Km.



Kota kediri merupakan satu-satunya kota di Jawa Timur yang mempunyai 2 gunung yaitu : Gunung Klotok dan Gunung Maskumambang.



Kediri identik dengan kota rokok kretek. Di kota inilah, pabrik rokok kretek PT Gudang Garam berdiri dan berkembang.



Kota ini awalnya berupa sebuah Kerajaan Kadiri. Tapi pada akhirnya dipilah menjadi dua kerajaan, yaitu Kerajaan Jenggala dan Kerajaan Panjalu. Raja kerajaan Kediri yang terkenal adalah Jayabaya. Raja ini terkenal dengan karyanya yang berupa Jangka Jayabaya yang berisi sebuah ramalan-ramalan yang akan terjadi pada negeri ini kelak.Setelah kejayaan tersebut, kerajaan Kediri perlahan-lahan tenggelam dan menurut sejarah Raja terakhir Kerajaan Kediri Kertajaya, beliau meninggal dalam petempuran di desa Tumapel dalam perlawanan melawan Ken Arok pada 1222, Ken Arok ialah Raja Singosari yang pertama yang wilayahnya menggantikan Kerajaan Kediri. Kediri pada masa Revolusi Kemerdekaan 1945-1949 pernah dilewati oleh Panglima Besar Jendral Sudirman, Kediri pun mencatat sejarah yang kelam juga ketika era pemberontakan G-30 S, di mana banyak penduduk Kediri yang ikut menjadi korbannya.

Kota ini berjarak ±128 km dari Surabaya, ibu kota provinsi Jawa Timur terletak antara 07°45'-07°55'LS dan 111°05'-112°3' BT.[1] Dari aspek topografi, Kota Kediri terletak pada ketinggian rata-rata 67 m diatas permukaan laut, dengan tingkat kemiringan 0-40%



Struktur wilayah Kota Kediri terbelah menjadi 2 bagian oleh sungai Brantas, yaitu sebelah timur dan barat sungai. Wilayah dataran rendah terletak di bagian timur sungai, meliputi Kec. Kota dan Kec. Pesantren, sedangkan dataran tinggi terletak pada bagian barat sungai yaitu Kec. Mojoroto yang mana di bagian barat sungai ini merupakan lahan kurang subur yang sebagian masuk kawasan lereng Gunung Klotok (472 m) dan Gunung Maskumambang (300 m).



Secara administratif, Kota Kediri dibagi 3 kecamatan yaitu



* Kecamatan Mojoroto (barat),

* Kecamatan Kota (Tengah)

* Kecamatan Pesantren (timur).



Dan berada di tengah wilayah Kabupaten Kediri dengan batas wilayah sebagai berikut :



* Sebelah utara: Kecamatan Gampengrejo dan Kecamatan Banyakan

* Sebelah selatan: Kecamatan Kandat, kecamatan Ngadiluwih, dan Kec. Semen

* Sebelah timur: Kecamatan Wates dan Kecamatan Gurah

* Sebelah barat: Kecamatan Banyakan dan Kecamatan Semen



Di sini terdapat industri rokok domestik. Perusahaan rokok Gudang Garam yang merupakan perusahaan rokok terbesar di Indonesia, sekitar 16.000 warga kediri menggantungkan hidupnya kepada perusahaan ini,selain itu Gudang Garam menyumbangkan pajak dan cukai yang relatif besar terhadap pemkot Kediri. Kota Kediri juga mengembangkan industri skala rumah tangga. wikipedia

Pelecehan Agama di Layar Kaca

Oleh : NURUL KIPTIYAH, S.Pd


Bak jamur di musim hujan, bertebarannya tontonan di layar kaca semakin menyuguhkan cerita-cerita yang terkesan di paksakan. Indonesia memang terkenal sering latah dalam mendulang kesuksesan, apalagi di jagad hiburan. Lihat saja ! Setelah kemunculan “Ayat –Ayat Cinta” yang mendobrak kesuksesan yang gemilang dengan menyusul boomingnya novel Ayat-Ayat Cinta Kang Abik tersebut, mulai menyusul film-film berlatarkan Islam dan berkedok religi. Masih bagus jika kehadirannya dapat memberikan angin segar dan inspirasi masyarakat untuk lebih baik dalam arti pada sisi kehidupan religinya, tetapi kenyataannya tontonan tersebut justru memperburuk citra Islam sendiri.

Film “Mengaku Rosul” yang mengkisahkan tentang riwayat penganut ajaran sesat, misalnya. Terlihat sekali sutradara mengambil angle secara sepihak yaitu pada penyesatan dan perilaku penyimpang pengautnya tanpa memberikan pesan yang membangun di akhir ceritanya. Kemudian film “Perempuan Berkalung Sorban” yang baru saja dilounching sudah menuai kontroversi dari salah seorang tokoh ulama. Bahkan sebelum sang tokoh menonton sudah memberi fatwa larangan menonton film tersebut. Langkah sukses layar lebar tersebut ternyata diikuti olea stasiun televisi yang ikut menanyangkan tontonan religi berupa sinetron yang ditayangkan secara monoton ( full 1 minggu penuh).

Sebuah pertanyaan, sebenarnya tayangan sinteron religi tersebut merupakan pengagungan agama ataukah justru penistaan agama. Tetapi tujuan yang pasti tentunya mencari keuntungan dari tingginya rating dan selera pasar dengan memutarnya pada moment yang dianggap tepat. Pada saat Ramadhan misalnya.

Simak saja sinetron Muslimah yang tayang di sebuah stasiun swasta yang tayang sejak ramadhan hingga kini belum juga selesei. Dan tentunya sinetron-sinetron serupa di bulan ramadhan. Apalagi dengan jam tayang yang bersamaan dengan sholat magrib, jelas-jelas ini menggangu muslim yang hendak beribadah. Belum lagi muatan isinya yang selalu menampilkan kelemahan orang sholeh yang seharusnya bisa menjadi kuat dengan keimanannya. Tayangan mistik bertema hantu dan alam gaib yang dapat membuat orang menjadi sulit untuk rasional dan mengarah pada syirik. Belum selesei sinetron itu tayang telah ramai sinetron yang dikonsumsi masyarakat adalah Hareem, yang tampak diadaptasi dari sebuah kisah nyata.

Anggota FPKS DPR Mutamminul Ula meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) segera menghentikan tayangan sinetron Hareem yang nyata-nyata telah melecehkan ajaran agama Islam dan merusak citra Islam. Namun pihak Production Huose ternyata tidak juga menanggapi seruan dari KPI. Lebih parah lagi kehadiran agamawan ( baca:ustadz) diakhir cerita bukan mengajak penonton untuk cerdas dalam menilai cerita tersebut tetapi justru muncuk dengan kutipan –kutipan ayat yang dijadikan pendukung dan pembenar dari perspektif tertentu yang menjadi dasar cerita sinetron. Sebaliknya ayat-ayat yang mementahkan perspektif itu cenderung disimpan. Tetapi tidak semua sintron religi membawa cerita yang tidak berkualiats. Ada juga sinetron religi yang bermuatan dakwah, realistis dan tidak terlalu ekspresionis. Seperti Kiamat Sudah Dekat dan Para Pencari Tuhan. Garapan sineas besar Dedy Mizwar tersebut membuat setting sinetron tidak di buat-buat dan pesan yang disampaikan begitu mengena. Bahkan sinetron ini mandapat apresiasi dari Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Sayangnya sinetron ini tidak diproduksi panjang. Pengusaha PH dan produser lebih mengutamakan rating daripada kualitas, akibatnya penistaan agamapun tetap dianggap pengaungan agama hanya karena balutan cover, judul, lagu theme song dan kostum pemainnya..

Media kini diyakini telah menggeser paradigma manusia. Dalam hal ini media telah menjadi semacam comtemporary civil religion ( Bellah ; 1967) atau agama sipil komtemporer yang melibatkan bentuk-bentuk pemujaan baru lewat ritual-ritual menonton dan mengkonsumsi media. Persoalannya bukan rahasia lagi bahwa realitas yang dibawa oleh media adalah realitas yang berselimut kepentingan kapitalis indrustialis yang tak berujung pada akumulasi positif semata.

Budaya media dalam hal ini bekerja secara hegemoni untuk mendukung kepentingan para pemilik media. Media makin asyik mengejar kepentingan ekomoni dan cenderung mengesampingkan tanggungjawab sosialnya. KPI sebagai lembaga pemerintahpun tak kuasa dan tak punya gigi untuk menghadapi rezim televisi. Televisi dianggap telah menyebarkan pesan-pesan negatif yang kontroversi dengan kebaikan yang disyiarkan oleh agama. Ada sebuah langkah taktis untuk menempatkan media ( baca:TV) sebagai rival dengan institusi sosial bernama agama. Sehingga memposisikan agama secara vis a vis dengan media dikaitkan dengan polarisasi biner sekuler/amoral ( media) versus sacral/moral ( agama).

Seolah masyarakat lupa bahwa moral adalah tanggungjawab semua individu. Dan kondisi memprihatinkan anak-anak bangsa kita juga bukan hanya kesalahan yang hanya dapat ditimpakan pada media. Kurang proteksi dari lingkungan terutama adalah pendidikan agama akan menjadikan rentannya mental generasi terhadap virus-virus media. Dalam lingkup kecil masyarakat adalah keluarga. Arus informasi bertebaran di depan mata tanpa bisa dibendung. Jika kita berupaya sekuat tenaga untuk memproteksi diri dari arus informasi tersebut maka layaknya kita berusaha untuk tidak bernafas diantara udara yang tercemar. Maka semua akhirnya dikembalikan pada diri kita sendiri dalam hal ini adalah kita sebagai konsumen. Sebuah sikap bijaksana yang harus kita ambil sebagai sebuah konsekwensi bahwa kita hidup di Negara yang telah impotent dalam menyikapi dan menfilter arus budaya yang semakin permisif. Karena jika Negara kita mengharapkan adanya perbaikan mental anak-anak bangsa maka upaya membangun karakter ini haruslah dimulai dengan merubah paradigma masyarakat terutama dari blowup media. Tontonan sinetron-sinetron tersebut ( yang dapat merusak mental anak-anak) lebih banyak ditayangkan pada jam 19.00 malam, dimana pada saat itu anak-anak jelas masih terjaga, Sehingga sekarang ini anak-anaklah yang lebih banyak terkena dampak negative dari tontonan yang layak tersebut.

Di sinilah peran orang tua dalam menemani anak-anak melihat televisi dan dominasi orangtua terhadap remot control televisi di rumah diprlukan sebagai langkah awal melakukan proteksi terhadap anak-anak bangsa. Kesadaran individu akan melahirkan kesadaran sosial, artinya jika sinetron-sinetron tersebut hanya mengejar rating, hal itu sebenarnya adalah tergantung pada ketertarikan konsumennya terhadap tayangan tersebut. Jika penonton masih betah menonton dan maka PH akan memperpanjang ceritanya agar penonton penasaran, tetapi jika penonton telah bosan maka sinetron itu akan selesei dengan sendirinya. Disinilah sebenarnya keputusan tayang atau tidaknya sinema tersebut tergantung kita sebagai penonton.

Disisi lain peran institusi sosial yaitu agama agar dapat mencerna dan memaknai realitas media secara lebih cerdas. Bukan hanya menjudgetifikasi produk anak bangsa dan melonching fatwa-fatwa “haram” yang terkadang membingungkan umat. Budaya memang harus dilawan dengan budaya.

Agar langkah ini dapat menjadi bagian dakwah secara kultural dalam perbaikan mental umat hendaknya untuk para sineas muslim khususnya, agar berupaya menciptakan kreasi seninya yang dapat mengangkat nilai-nilai religi yang sarat pesan moral bukan hanya mengumbar ajaran agama untuk mempermanis sinema saja. Atau menggunakan cover agama sebagai kostum untuk memikat pasar.

( Penulis adalah salah satu akfitis FLP Blitar dan Alumi HMI Badko Jawa Timur)

HMICABANGKEDIRI.CO.CC adalah Komunitas Cyber Himpunan Mahasiswa Islam. HMI Cabang Kediri suatu situs komunitas yang dibuat untuk kepentingan publisitas HMI diseluruh Indonesia, baik Komisariat, Cabang maupun PBHMI. Blog ini bukan bagian atau lembaga dibawah naungan HMI Cabang Kediri.
Di HMICABANGKEDIRI.CO.CC semua artikel ditulis dan di update oleh para kader HMI Cabang Kediri dan masukan yang masuk dalam email, membuat Blog ini sebagai situs yang dimiliki bersama dan untuk kepentingan bersama. Di HMICABANGKEDIRI.CO.CC dirancang untuk mempermudah dicurahkannya pemikiran individual. Sehingga diharapkan blog ini selalu memiliki content yang segar dan dinamis.
Para penulis adalah mereka yang menghargai pendapat penulis lain, menghargai perbedaan pendapat, dan berkembangnya opini yang dipubikasikan melalui HMICABANGKEDIRI.CO.CC  Opini yang dipublikasikan pada situs ini bertujuan untuk mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan, wacana keislaman dan ke-Indonesia-an. Kesemuanya diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap kemajuan Organisasi HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), Individual, masyarakat, Bangsa dan Negara.


Inisiator

Bang Zaim (Zaim Muddin Arif, S.Pd.I)

  • Webmaster

  • Wasekum Bidang PTKP Komisariat Tarbiyah

  • Bendahara Umum HMI Komisariat Tarbiyah

  • Bendahara Umum HMI Cabang Kediri



Audiensi bersama Bupati Kediri

Profesionalisme Pendidikan

Oleh : Zaim Muddin Arif

Dapat dimengerti bahwa semua negara di dunia pada saat ini dalam proses memasuki era globalisasi begitu pula Indonesia. Hal ini setidaknya ditandai oleh tiga indikator sekaligus dalam perikehidupan manusia di dunia yaitu semakin transparan, mengglobal, dan kompetitif.



Dalam era ini tidak mengenal adanya batas geografi antar negara, yang tak mampu lagi membendung distribusi informasi yang semakin beragam, baik jenis serta kualitasnya. Sehingga pagar-pagar budaya bangsa akan semakin merapuh dalam menangkal datangnya kultur-kultur bangsa lain. Oleh sebab itu diperlukan adanya daya selektivitas pada diri bangsa Indonesia terhadap masuknya budaya dari luar.

Era yang melanda bangsa Indonesia ini merupakan salah satu hegemoni dan pengaruh kekuasaan suatu negara atas bangsa lain yang bukan hanya pada aspek ekonomi, intelektual, sosial, budaya dan sains teknologi. Hal ini akan menumbuhkan nilai-nilai baru yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia ataupun agama, sebagai contoh ini adalah merebaknya nilai pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Sehingga budaya yang seperti ini, akan mempengaruhi pada pola pikir, sikap dan perilaku atau gaya hidup yang akan teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari.

Fenomena tersebut di atas banyak melanda di kalangan anak, baik yang duduk di SD, SMP atau SMU bahkan banyak yang telah terkontaminasi melalui internet, televisi dan media masa lainnya. Pernyataan tersebut diperkuat lagi oleh Zakiyah Daradjat dalam bukunya yang mengungkapkan bahwa “ di antara ahli jiwa, ada yang berpendapat, bahwa anak remaja dan problemanya, tidak lain dari hasil akibat kemajuan zaman” . Hal ini dikarenakan anak masih mempunyai emosi yang meluap-luap dan tidak stabil. Perubahan-perubahan yang terjadi itu, meliputi segala segi kehidupan manusia, yaitu jasmani, rohani, pikiran, perasaan dan sosial . Oleh karena itu sebagai penerus bangsa, negara dan agama haruslah memiliki suatu fondasi yang kokoh agar dapat melawan dampak dari era globalisasi yang bersifat negatif dengan timbulnya suatu kesadaran selektivitas yang tinggi terhadap nilai-nilai yang masuk.

Pendidikan disamping merupakan kebutuhan manusia juga merupakan suatu kewajiban bagi orang tua untuk mendidik anaknya, karena anak merupakan amanat yang diberikan oleh Allah untuk dipelihara dan dipertanggungjawabkan dihadapan-Nya.

HMI dan Perubahan Zaman

Oleh: Bang A. Nasir Siregar


Himpunan Mahasiswa Islam (selanjutnya ditulis HMI) didirikan di Yogyakarta tanggal 14 Rabiul Awal 1366 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 5 Februari 1947 Masehi oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa tingkat satu Sekolah Tinggi Islam (STI).

Karenanya, HMI merupakan organisasi mahasiswa Islam tertua di Indonesia yang aktif berjuang sejak kelahirannya hinga hari ini. Sebagai organisasi perjuangan HMI dituntut melakukan perubahan dan pembaruan sesuai dengan tuntutan zaman yang terus bergulir.



Di usianya yang sudah relatif “renta” ini, khususnya dalam konteks mutakhir, nampaknya belum terlihat perubahan mendasar yang dipelopori HMI, meski secara historis banyak hal yang sudah disumbangkan HMI untuk bangsa ini. Setidaknya berpartisipasi dalam pembentukan situasi, iklim dan pembinaan sumber daya manusia. Partisipasi dalam bentuk pemberian konsep-konsep dalam berbagai kehidupan serta bentuk pelaksanaannya. Hal ini berimplikasi atas lahirnya pembaruan dibidang politik, pendidikan, ekonomi, pemikiran dalam Islam dan di bidang kebudayaan Islam.[2] Realitas tersebut menunjukkan bahwa HMI—meminjam bahasa orang-orang asing—sebagai “the most powerful Muslim students”. Prestasi itu dicapai di antaranya karena ketidak terikatan HMI atas kelompok atau organisasi-organisasi kemasyarakatan serta organisasi politik lainnya (independen), baik secara etis maupun organisatoris.

Independensi ini seharusnya mempengaruhi karakter kader-kader HMI sebagai pembaru secara berkala dalam segala aspek kehidupan. Namun jika diperhatikan, terutama pasca reformasi, nampaknya HMI (tentu karena kader-kadernya) mengalami euforia, sehingga eksistensinya dilampaui oleh perubahan-perubahan yang “deras mengalir”. Gerakannya, baik dari segi intelektual dan eksistensinya dalam konteks real seolah tak mampu bersaing dengan lahirnya organisasi-organisasi non pemerintah (Non Government Organization) yang penuh dengan inovasi. Karenanya, perlu dilakukan diskusi ulang ditingkat internal organisasi sehingga perubahan itu bisa direspon secara positif.







Karakteristik-Karakteristik Perubahan



Untuk membantu mengantarkan pada pentingnya HMI membekali diri menghadapi perubahan itu, berikut saya review karakteristik-karakteristik change dalam perspektif Rhenald Kasali sehingga nantinya diharapkan menjadi landasan berpikir dalam rangka memahami perubahan-perubahan yang tak ayal selalu terjadi secara tiba-tiba. Menurutnya terdapat 10 karakteristik change, yaitu:







(1) Change itu begitu misterius karena tak mudah dipegang.



(2) Change memerlukan change maker(s). Rata-rata pemimpin yang menciptakan perubahan tidak bekerja sendiri, tetapi ia memiliki keberanian yang luar biasa, bahkan sebagian besar pemimpin perubahan gugur di usia perjuangannya.



(3) Tak semua orang bisa diajak melihat perubahan. Sebagian besar orang malah hanya melihat memakai mata persepsi. Hanya mampu melihat realitas, tanpa mampu melihat masa depan. Maka persoalan besar perubahan adalah mengajak orang-orang melihat apa yang anda lihat dan memercayainya.



(4) Perubahan terjadi setiap saat, maka perubahan harus diciptakan setiap saat pula, bukan sekali-kali.



(5) Ada sisi keras ada sisi lembut dari perubahan. Sisi keras termasuk masalah uang dan teknologi, sedangkan sisi lembut menyangkut manusia dan organisasi.



(6) Perubahan membutuhkan waktu, biaya dan kekuatan. Untuk menaklukkan nya perlu kematangan berpikir, kepribadian yang teguh, konsep yang jelas dan sistematis, dilakukan secara bertahap, dan dukungan yang luas.



(7) Dibutuhkan upaya-upaya khusus untuk menyentuh nilai-nilai dasar organisasi (budaya korporat). Tanpa menyentuh nilai-nilai dasar, perubahan tidak akan mengubah prilaku dan kebiasaan-kebiasaan manusianya.



(8) Perubahan banyak diwarnai oleh mitos-mitos. Salah satunya adalah mitos bahwa perubahan akan selalu membawa kemajuan atau perbaikan instan. Seperti pasien yang sakit, perubahan berarti menelan pil pahit, atau bahkan amputasi yang artinya perlu pengorbanan.



(9) Perubahan menimbulkan ekspektasi, dan karenanya ekspektasi dapat menimbulkan getaran-getaran emosi dan harapan-harapan yang bisa menimbulkan kekecewaan-kekecewaan. Maka itu manajemen perubahan harus diimbangi dengan manajemen harapan agar para pengikut dan pendukung perubahan dapat terus membakar energi untuk terlibat dalam proses perubahan itu, kendati goals-nya meleset atau masih memerlukan waktu untuk dicapai.



(10) Perubahan selalu menakutkan dan menimbulkan kepanikan-kepanikan. Namun demikian dengan teknik-teknik dan perilaku yang baik, perubahan dapat dikelola menjadi sebuah pesta. Sebuah pesta menyenangkan dan hangat, dapat menimbulkan efek kebersamaan.







Rhenald Kasali melanjutkan, tentu saja memimpin perubahan memerlukan keberanian, termasuk keberanian menghadapi berbagai resiko. Menurutnya, terdapat beberapa hal yang dapat mengakibatkan perubahan tidak membawa hasil seperti yang diharapkan[5]:







(1) Kepemimpinan yang tidak cukup kuat. Kepemimpinan yang kuat tidak sama dengan kepemimpinan otoriter. Kepemimpinan yang kuat berarti kepemimpinan yang penuh wibawa karena bersih, ahli, dapat dipercaya dan jelas arahnya.



(2) Salah melihat reformasi. Reformasi sering hanya dianggap reorganisasi oleh para birokrat. Reorganisasi dinilai sekedar mengubah bentuk organisasi. Padahal tujuan perubahan adalah mengubah manusia, bukan hanya mengubah organisasi. Tanpa diikuti upaya mengubah kebiasaan manusianya, reorganisasi tak akan membawa perubahan apa-apa.



(3) Sabotase di tengah jalan.



(4) Komunikasi yang tidak begitu bagus.



(5) Masyarakat yang tidak cukup mendukung.



(6) Proses “Buy-In” tidak berjalan. Perubahan harus menjadi agenda seluruh komponen organisasi. Dan perubahan yang baik harus dirasa dimiliki oleh seluruh masyarakat dalam organisasi. Gagasannya boleh datang dari atas, tetapi gerakannya harus dirasa dimiliki oleh semua orang. Proses yang hanya dimiliki para pemimpin tidak akan pernah bertenaga dalam bergerak



Dalam konteks HMI, tentu saja perubahan itu tidak segera memberikan hasil, tetapi bagaimana caranya, begitu dikomunikasikan, kader-kader HMI segera menaruh harapan. Harapan itu positif, tapi bisa juga negatif. Seperti Obama yang menggambarkan bahwa masih ada harapan sembari menawarkan perubahan (hope and change) sehingga publik menaruh interest. Jadi, apabila menggunakan perspektif Rhenald Kasali di atas, tujuan perubahan adalah mengubah manusia, bukan sekedar mengubah organisasi. Tanpa diikuti upaya mengubah kebiasaan manusianya, reorganisasi tak akan membawa perubahan apa-apa. Untuk mengubah kebiasaan manusianya, dibutuhkan pemimpin berani dan mampu mempengaruhi yang lain untuk mencapai impian perubahan itu.







Kepemimpinan di HMI



Dalam konteks HMI diajarkan bahwa, di antara ragam tugas pemimpin adalah bekerja dengan tulus-ikhlas karena Allah s.w.t., berusaha mencontoh kepribadian Rasulullah s.a.w. dengan sikap siddiq, tabligh, amanah dan fatonah (STAF), mendidik anggota secara serius dan menyiapkan regenerasi, kasih sayang merata kepada seluruh anggota, merencanakan program secara tepat, menentukan tahapan strategi dan sumber dana, mengelola orang sesuai kemampuan masing-masing, membangun iklim saling percaya dan berbaik sangka, bersungguh-sungguh menyalakan cita-cita, mengukuhkan tekad serta membangkitkan harapan dalam tim. Secara sederhana, kita bisa membedakan antara pejabat, pemimpin dan manajer seperti tabel di bawah ini.





Beberapa Perbedaan antara Pejabat, Manajer dan Pemimpin



Pejabat



Manajer



Pemimpin



- Jabatan karir dalam pekerjaan



- Sandangan formal seseorang dalam institusi.



- Acuan kerja berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku.



- Pekerjaannya yang membuat keputusan dan kebijakan.



- Istilah ini sering digunakan dalam pemerintahan.



- Pekerjannya membangun lembaga formal.





- Jabatan fungsional.



- Think incrementally.



- Someone who is obeyed by people.



- Do the right things (follow the books/policy).



- Experienced, have skills of organisation, may have good technical knowledge.



- Use rational/formal methods/acuan pada fungsi manajemen.



- Istilah ini sering digunakan dalam bisnis.



- Melakukan kegiatan-kegiatan/proses produksi.









- Tampil karena pengakuan orang.



- Think radically.



- Someone who is naturally followed by people.



- Do the things right (intuition).



- Stand out by being different, seek outv the truth.



- May have no organizational skills, but his vision unites people behind him.



- May have no experience. But has bold, fresh and new ideas.



- Use passion and stirs emotion.







Ragam tugas tersebut mengandung fungsi-fungsi manajemen[6], seperti; planning, organising, actuating/directing dan controlling (POAC). Di tengah perubahan yang tak terduga terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh organisasi, yakni: (1) Organisasi harus berpikir strategis, yang tidak pernah dilakukan sebelumnya, (2) Organisasi harus menerjemahkan inputnya untuk strategi yang efektif guna menanggulangi lingkungannya yang telah berubah, (3) Organissai harus mengembangkan alasan yang diperlukan untuk meletakkan landasan bagi pemakaian dan pelaksanaan strateginya.[7]



Nah, kaitannya dengan fungsi pertama dari manajemen, seperti telah disebutkan di atas, HMI harus memiliki perencanaan strategis (strategic planning)[8] yang sederhana tapi efektif untuk membantu komponen organisasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Untuk menghasilkan perencanaan strategis tersebut dibutuhkan pemikiran strategis yang mengarah pada perspektif. “Pemikiran strategis organisasional adalah koordinasi pikiran-pikiran kreatif menjadi suatu perspektif bersama yang memungkinkan organisasi anda melangkah ke masa depan dengan suatu sikap untuk memenuhi kebutuhan semua pihak yang berkepentingan, tujuannya aalah untuk membantu mengeksploitasi tantangan-tantangan baik yang dapat diramalkan maupun yang tidak, di masa depan, bukan hanya mempersiapkan diri untuk satu kemungkinan di keesokan hari.”[9]



Apabila HMI tidak tidak mampu melakukan perencanaan visioner yang inovatif dan efektif seperti telah disampaikan di atas, maka HMI akan ketinggalan dibanding organisasi-organisasi lainnya. (Ingat, bahwa rata-rata pemimpin yang menciptakan perubahan tidak bekerja sendiri, tetapi ia memiliki keberanian yang luar biasa. Namun tanpa diikuti upaya mengubah kebiasaan manusianya, reorganisasi tak akan membawa perubahan apa-apa).







Tantangan Perubahan



Tujuan HMI adalah lima kualitas insan cita, yaitu; “terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil, makmur yang di ridhai Allah s.w.t.” Puncak tujuan HMI ini adalah terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang di ridhai Allah s.w.t. Namun, jika melihat perkembangan dunia yang semakin “sempit” karena terjadinya “borderless” yang mengakibatkan munculnya “global village”, nampaknya HMI harus mempersiapkan perencanaan strategis yang mampu membaca gejala-gejala tersebut dengan terus berpegang pada nilai-nilai ilahiyah.



Globalisasi, begitulah perubahan itu disebut yang kelak menjadi ancaman bagi HMI. Selain dampak positif, adalah dampak negatifnya sebagai tantangan HMI, karena aspek negatifnya telah menyuburkan kehidupan keagamaan dengan hubungan antar negara yang melahirkan sekte-sekte militan dengan masing-masing pemahaman yang tak ayal menimbulkan konflik. Yang paling menghawatirkan adalah munculnya kembali kelompok-kelompok militan Islam yang mengarah pada aksi teror sebagaimana terjadi akhir-akhir ini. Apakah hal ini Islami dan di ridhai Allah s.w.t.? Hal ini harus direspon dan dicarikan solusinya oleh HMI.



Selain itu, dalam konteks ekonomi global, bagaimana HMI dapat bertahan di tengah kepungan kapitalisme neo-liberal yang mensyaratkan the survival of the fittest? Atau bahkan kembali ke zaman Hobbes, bahwa hidup ini adalah homo homini lupus. Dengan kondisi ini, HMI harus mempersiapkan resources nya sedemikian rupa, sehingga mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi setiap saat. Wujudkanlah cita-cita “lima kualitas insan cita” itu!







Penutup



Akhirnya, dari beberapa hal yang telah diuraikan di atas, selain melakukan pemikiran strategis, perencanaan strategis dan manajemen yang strategis dalam menghadapi perubahan, adalah berpegang teguh kepada nilai-nilai ilahiyah seperti yang telah digariskan dalam al-Qur’an dan hadis sehingga kepemimpinan dengan perencanaan dan manajemen yang kita buat mengandung aspek-aspek perubahan yang adaptif sekaligus bernafaskan Islam. Wallahu a’lam bisshawab!

Pelantikan Pengurus HMI

Teriring salam dan do’a, semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan rahmat, taufiq dan hidayahNya kepada kita dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Amin.


Mengharap kehadiran Bapak/Ibu/Saudara/i pada acara yang insya allah akan dilaksanakan pada:


Hari/Tgl: Sabtu, 5 Pebruari 2011
Waktu : Pukul 13.00 WIB - selesai
Tempat : Aula Masjid Agung Kota Kediri
Acara : Miladiyah HMI ke-64 dan Pelantikan Pengurus HMI Cabang Kediri periode 2011-2012


Demikian surat undangan ini kami sampaikan, atas kehadirannya kami haturkan banyak terima kasih.


Profil Anas Urbaningrum

Anas Urbaningrum dikenal sebagai figur yang cerdas dan berpenampilan kalem. Walau kalem, dalam berbagai forum ia bisa galak. Kolomnis sejumlah media dan Direktur Komunitas untuk Transformasi Sosial, ini juga piawai beretorika baik lisan maupun tulisan, suatu hal yang jarang ditemukan pada orang seusianya.

Sejak SD hingga perguruan tinggi, ia selalu juara. Mahasiswa Teladan dan lulusan terbaik Universitas Airlangga ini, juga dikenal aktif berorganisasi sejak SMP. Saat sekolah di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kunir, Blitar ia tercatat sebagai Sekretaris OSIS. Lalu menjadi Pengurus OSIS SMA Negeri Srengat, Blitar. Dari OSIS, Anas melangkah lebih jauh, memimpin organisasi kemahasiswaan berskala nasional: Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Anas adalah Ketua Umum PB HMI periode 1997 1999.



Sebelum terpilih menjadi anggota KPU, Anas sempat pula berkantor di tempat yang sama tahun 1999. Sama seperti Andi Malarangeng, Putra Blitar ini juga menjadi anggota Tim Persiapan Pembentukan KPU sekaligus anggota Tim Verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu, yang dikenal pula dengan sebutan Tim Sebelas. lelaki yang sering disapa Bung Anas ini, lahir di Blitar 15 Juli 1969. Setelah selesai mengikuti studi Sarjana Ilmu Politik Universitas Airlangga, 1992, Anas melanjutkan studi Magister Sains Ilmu Politik UI, 2000. Saat ini, ia sedang mengikuti Program Doktor Ilmu Politik di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Sejumlah jabatan dipegang Anas hingga saat ini, diantaranya Ketua DPP Partai Demokrat, ketua yayasan wakaf Paramadhina hingga menjadi Pimpinan Fraksi Partai Demokrat di DPR.



Saat ditanya oleh wartawan mengenai kemungkinan menang dalam kongres yang tinggal hitungan hari itu, anas dengan santun menyatakan dirinya tetap optimis. Sebaliknya ketika ditanya mengenai tindakan yang akan diambilnya jika ia kalah dalam kongres mendatang, laki-laki yang menapak karier politiknya dari bawah itu menjawab “kalau saya kalah, saya tidak akan keluar dari Demokrat. Saya akan mendukung ketua terpilih, dan saya tidak akan keluar dari Demokrat. Demokrat adalah partai pertama dan terakhir dalam hidup saya”.